Suara.com - Sebuah insiden tragis terjadi pada akhir pekan lalu, ketika empat orang tewas setelah tertabrak kereta api Fajar Utama Solo yang melayani rute Pasarsenen-Solo.
Peristiwa naas ini berlangsung di kilometer 88+700 jalur hulu petak rel Cikampek-Tanjungrasa, tepatnya di Kampung Daringo, Desa Pangulah Selatan, Kota Baru, Karawang.
Dari empat korban tersebut, dua di antaranya adalah anak-anak yang masih berusia 7 dan 9 tahun. Para korban mengalami luka parah, dan bahkan ada yang tersangkut serta terbawa oleh badan kereta saat kecelakaan terjadi.
Kronologi Kejadian Kecelakaan
Baca Juga: Tragis! Pria Ini Tewas Tertikam Pisau Sendiri saat Berusaha Memisahkan Burger Beku
Manajer Humas PT KAI Daop 3 Cirebon, Rokhmad Makin Zainul, memaparkan kronologi kejadian yang mengakibatkan empat orang tewas akibat tertabrak kereta api ini. Menurut penjelasannya, sebelum kecelakaan terjadi, kereta sudah berulang kali membunyikan sinyal peringatan untuk mengingatkan warga yang berada di sekitar jalur rel aktif.
“Kereta api Fajar Utama Solo yang datang dari arah Jakarta sudah membunyikan klakson berkali-kali. Di saat yang hampir bersamaan, kereta api Kertajaya dengan tujuan Surabaya-Pasarsenen juga melintas dari jalur hilir dari arah Tanjungrasa. Namun, para warga tidak bergerak dari posisi mereka sehingga tabrakan tidak dapat dihindari,” jelas Rokhmad pada keterangan resminya, kemarin.
Apakah PT KAI Wajib Memberikan Ganti Rugi atau Santunan kepada Korban?
Terkait pertanyaan mengenai tanggung jawab PT KAI dalam memberikan ganti rugi atau santunan kepada korban kecelakaan, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (UU Perkeretaapian).
PT KAI sebagai penyelenggara layanan perkeretaapian memiliki tanggung jawab baik secara pidana maupun perdata jika terjadi kecelakaan kereta api, sesuai dengan Pasal 87 UU Perkeretaapian.
Baca Juga: Sopir Bus Ugal-ugalan Tewaskan Puluhan Anak yang Sedang Merayakan Maulid Nabi di Nigeria Utara
Dalam menjalankan operasional kereta api, petugas wajib mematuhi perintah atau larangan dari petugas pengatur perjalanan, sinyal, atau tanda yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 122 ayat (3) UU Perkeretaapian. Ketentuan ini dibuat untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
Jika kecelakaan terjadi akibat kelalaian petugas dalam mematuhi instruksi tersebut, PT KAI akan bertanggung jawab atas insiden yang terjadi, sebagaimana tertuang dalam Pasal 157 ayat (1) UU Perkeretaapian. Namun, tanggung jawab ini akan berlaku jika terbukti bahwa kecelakaan disebabkan oleh kelalaian petugas, dan akibatnya mengakibatkan luka berat.
Hukuman pidana yang dapat dikenakan kepada petugas adalah penjara maksimal 2 tahun. Jika kecelakaan menyebabkan hilangnya nyawa, pidana yang dikenakan bisa mencapai 5 tahun penjara, sebagaimana diatur dalam Pasal 206 UU Perkeretaapian.
Berdasarkan aturan tersebut, PT KAI dapat dianggap bertanggung jawab secara pidana apabila terdapat unsur kesengajaan atau kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan. Selain itu, PT KAI juga berkewajiban memberikan ganti rugi dan bantuan biaya pengobatan atau pemakaman kepada korban sesuai penjelasan Pasal 157.
Waktu maksimal untuk PT KAI memenuhi kewajiban ini adalah satu bulan sejak peristiwa kecelakaan terjadi. Sementara itu, pengguna jasa atau keluarga korban yang mengalami kerugian atau luka-luka wajib melaporkan insiden tersebut kepada penyelenggara kereta api dalam waktu maksimal 12 jam setelah kecelakaan.
Besaran ganti rugi atau bantuan biaya pengobatan/pemakaman ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban PT KAI dalam Menangani Kecelakaan
Mengacu pada Pasal 125 UU Perkeretaapian, saat terjadi kecelakaan, PT KAI sebagai penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian memiliki tanggung jawab untuk melakukan beberapa tindakan. Di antaranya adalah memastikan kelancaran dan keselamatan lalu lintas, menangani korban kecelakaan, memindahkan penumpang dan barang ke kereta atau moda transportasi lain, melaporkan insiden kepada pihak berwenang, mengumumkan kecelakaan kepada masyarakat, dan segera menormalkan kembali jalur kereta setelah penyelidikan awal selesai. Selain itu, PT KAI juga harus mengurus klaim asuransi bagi para korban kecelakaan.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa tanggung jawab PT KAI ini hanya berlaku jika terdapat unsur kelalaian atau faktor lain yang memenuhi syarat yang disebutkan di atas.
Sanksi bagi Mereka yang Mengganggu Perjalanan Kereta Api
Sementara, menurut Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian, jika seseorang dengan sengaja mengganggu perjalanan kereta api, mereka dapat dikenakan hukuman pidana maksimal tiga bulan penjara atau denda sebesar Rp15 juta. Sehingga, jika seseorang berada di jalur rel yang secara hukum tidak diperbolehkan, maka orang tersebut telah melakukan pelanggaran.
Dalam kasus kecelakaan ini, keempat korban diduga telah melanggar peraturan karena berada di area yang seharusnya steril.
Jika masinis telah membunyikan klakson sebagai tanda peringatan, maka ia tidak dapat dianggap bersalah. Oleh karena itu, jika tidak ada kelalaian di pihak masinis, mereka tidak dapat dikenai tuntutan hukum.