Suara.com - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) terus berupaya menyampaikan suara penolakan terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik serta aturan acuannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023.
Salah satu upaya penolakan yang dilakukan adalah ikut menyampaikan masukan melalui laman https://partisipasisehat.kemkes.go.id/naskah/detail?param=usulan-tertulis milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Suara penolakan disampaikan dari berbagai sentra-sentra tembakau di Indonesia salah satunya adalah dari petani tembakau Aceh.
“Kami tegas menolak karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia,” ujarnya Ketua DPD APTI Aceh Tengah, Hasiun dalam keterangannya, Kamis (19/9/2024).
Baca Juga: DPR Desak Kemenkes Tinjau Kembali PP 28/2024 dan RPMK Terkait Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
Hasiun mengatakan, para petani tembakau di Aceh selama ini tidak pernah dilibatkan pemerintah dalam pembuatan regulasi yang berdampak pada mereka.
Untuk itu, para petani tembakau di Aceh menolak secara tegas pengaturan pasal-pasal pertembakauan di PP 28/2024 yang telah disahkan Juli lalu dan RPMK yang saat ini sedang didorong Kemenkes untuk segera disahkan bulan ini.
"Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron,” sebutnya.
Padahal bagi masyarakat Aceh menanam tembakau telah dilakukan secara turun temurun. Hampir seluruh masyarakat di Aceh memiliki kemampuan dalam mengolah tanaman tembakau.
Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau. Tembakau Aceh terkenal dengan keunikan cita rasanya yang mencakup 25 dari 75 jenis tembakau di dunia.
Baca Juga: Pelaku Usaha Ritel Khawatir Bisnisnya Lesu Lagi Imbas Aturan Baru Soal Rokok
Senada dengan Hasiun, Ketua DPC APTI Pemakesan, Samukrah menuturkan bersama perwakilan petani di 13 kecamatan, mereka beramai-ramai telah berpartisipasi memberikan suara penolakan atas RPMK di website Partipasi Sehat.
“Sudah sangat jelas pasal-pasal pertembakauan di PP No 28 tahun 2024 dan penyusunan RPMK mengancam dan mematikan Industri Hasil Tembakau khususnya di Madura. Madura merupakan sentra terbesar untuk perkebunan tembakau. Kami terdzolimi dengan pasal-pasal Pertembakauan di PP dan RPMK yang mau menghilangan mata pencaharian kami,” seru Samukrah.
Ia meminta agar Kemenkes dapat melaksanakan ulang public hearing dengan melibatkan keterwakilan petani tembakau yang berimbang dalam pembahasan aturan terkait pasal-pasal pertembakauan.
“Kemenkes harus memberikan solusi kepada petani tembakau agar kami tak kehilangan mata pencaharian,” tambahnya.
Perwakilan petani tembakau dari DPD APTI Jabar, Undang Herman, juga turut memberikan masukan terkait penyusunan RPMK secara daring. Ia mempertanyakan, pasal-pasal pertembakauan di PP No.28 Tahun 2024 masih polemik, namun mengapa Kemenkes terkesan tancap gas merampungkan RPMK.
"Merujuk kajian proses penyusunan PP No 28 Tahun 2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang-Undang. Maka, saat ini, dalam penyusunan RPMK, semua masukan petani harus didengarkan, dipertimbangkan, dan diakomodir,” kata Undang.
“Pasal-pasal di dalam PP No 28 Tahun 2024 sangat tidak berkeadilan, bertujuan mematikan industri tembakau. Seperti pasal 435 adalah titipan untuk menuju kemasan polos yang sudah lama jadi misi kelompok anti tembakau yang memberikan tekanan pada pemerintah untuk mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terlampau ketat dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Perlu dicatat, negara yang mempunyai pertanian tembakau dan industrinya seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Argentina, dan lain-lain secara gamblang menolak diintervensi dalam mengatur industri tembakau di negaranya masing-masing. Sekarang, mengapa masih didorong juga dalam RPMK untuk dilaksanakan. Negara mau mematikan jutaan petani?” tambahnya.