Bahlil Ngebet Konsumsi Listrik Bertambah, PLTU Makin Digeber?

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 18 September 2024 | 15:46 WIB
Bahlil Ngebet Konsumsi Listrik Bertambah, PLTU Makin Digeber?
Bahlil Lahadalia. (Suara.com/Bagas)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konsumsi listrik per kapita di Indonesia, diharapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Bahlil Lahadalia, bisa naik menjadi 6.000 kWH hingga 6.500 kWH, guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.

Ia mengatakan, target awal konsumsi listrik per kapita adalah sebesar 5.500 kWH per kapita, namun angka tersebut diproyeksikan hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen.

"Sudah kita memutuskan kalau di angka 5.500 itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 6 persen, maka kita dorong ke angka 6.000 sampai 6.500 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen," kata Bahlil di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Padahal, saat ini,  pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih menjadi andalan utama Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi listrik. 

Baca Juga: Bahlil Murka Avtur RI Disebut Bos AirAsia Termahal di Asia Tenggara

Dengan tingginya tuntutan kebutuhan energi. Sementara, transisi menuju energi ramah lingkungan berjalan lamban, diprediksi dampaknya akan semakin besar. Salah satu dampak negatifnya adalah polusi udara.

Merujuk pada riset dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), polusi dari PLTU Suralaya saja turut berkontribusi pada hilangnya 1.470 nyawa setiap tahunnya dan kerugian kesehatan yang menelan biaya USD 1,04 miliar (atau IDR 14,2 triliun). Meski klaim ini dibantah oleh PLN Indonesia Power, selalu pengelola delapan unit pembangkit di PLTU Suralaya.

PLTU Suralaya di Banten. [Suara.com/Yandhi Deslatama]
PLTU Suralaya di Banten. [Suara.com/Yandhi Deslatama]

Menurut Greenpeace, PLTU berbahan bakar batu bara dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia, di antaranya, pembakaran batu bara di PLTU dapat menghasilkan partikel halus (PM2.5), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan ozon (O3). Partikel-partikel tersebut dapat menyebar jauh dan menyebabkan penyakit pada manusia.  

Selain itu, PLTU dapat melepaskan zat berbahaya seperti merkuri, belerang dioksida, karbon monoksida, selenium, dan arsenik. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan hujan asam dan membahayakan manusia.

Meski demikian, PLTU juga memiliki beberapa keuntungan, seperti: Bahan bakar yang mudah didapat, Biaya operasional yang relatif murah, Mampu menghasilkan energi listrik dalam jumlah besar.

Baca Juga: Jangan Berasumsi, Bahlil Sebut Pembatasan BBM Subsidi Prosesnya Masih Panjang

Sejalan Program Prabowo

Bahlil menambahkan bahwa keputusan ini sejalan dengan kebijakan presiden terpilih Prabowo Subianto yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Kebijakan tersebut direncanakan akan dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Bahlil juga berencana untuk mengadakan pembahasan lebih lanjut dengan Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasojo.

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil meminta PLN untuk lebih fokus dalam mengembangkan sistem transmisi dan jaringan listrik.

Dikutip dari Antara, Bahlil menegaskan, salah satu faktor yang menghambat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) adalah infrastruktur yang masih belum optimal. Dalam target kebijakan energi nasional, diharapkan pada tahun 2025 bauran energi dapat mencapai 23 persen.

Namun, pencapaian angka ini menjadi sulit karena infrastruktur yang diperlukan untuk menghubungkan daerah-daerah yang memiliki potensi EBT dengan wilayah lain masih belum tersedia.

"Bapak Dirut PLN harus fokus pada pembangunan transmisi, jika tidak, maka pembangunan transmisi akan dilakukan oleh pihak swasta yang melanggar undang-undang kelistrikan yang ada, sehingga kita perlu membagi tugas," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI