Suara.com - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan, produk single stock futures (SSF) dapat dimanfaatkan investor untuk mendapatkan peluang keuntungan atau exposure yang sama dengan saham-saham perusahaan terbesar dan paling likuid dengan modal yang jauh lebih kecil.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, BEI mensyaratkan minimum initial margin atau modal untuk transaksi SSF adalah sebesar 4% dari nilai transaksi saham.
“Sebagai contoh, apabila saham memiliki harga per lembarnya Rp10.000, maka untuk 1 lot atau setara 100 lembar saham tersebut investor perlu mengeluarkan modal Rp1.000.000. Sedangkan untuk SSF saham tersebut, investor hanya perlu mengeluarkan modal senilai 4% dari nilai transaksi saham tersebut, atau senilai Rp40.000,” ujar Jeffrey, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/9/2024).
Jeffrey menambahkan, BEI akan menerbitkan SSF dengan underlying saham-saham yang berasal dari indeks LQ-45. Pada tahap awal, lanjut dia, BEI akan menerbitkan SSF dengan underlying saham BBCA, BBRI, MDKA, TLKM, dan ASII.
Baca Juga: Proyek Tahap 2 IKN Mau Mulai Tapi Investor Asing Belum Masuk, Bappenas: Tanya Otorita
“Hal ini tentunya memberikan peluang yang menarik bagi investor atau trader karena dengan modal yang jauh lebih kecil investor bisa mendapat exposure dari saham-saham perusahaan terbesar dan paling likuid di Indonesia,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Jeffrey menjelaskan perbedaan mendasar antara saham dan SSF dalam konteks instrumen keuangan.
“Saham memberikan investor hak kepemilikan dalam suatu perusahaan, termasuk hak atas dividen serta suara dalam rapat umum pemegang saham. Di sisi lain, SSF merupakan kontrak yang memungkinkan investor berspekulasi atau melakukan lindung nilai terhadap pergerakan harga saham tanpa harus memiliki saham tersebut secara langsung," ungkap Jeffrey.
Dalam hal modal, Jeffrey menambahkan, saham membutuhkan pembayaran penuh sesuai harga pasar, dengan risiko utama penurunan nilai saham itu sendiri. Sedangkan SSF, di sisi lain, menggunakan leverage, sehingga modal yang diperlukan lebih kecil. Namun, risikonya juga lebih besar karena potensi keuntungan maupun kerugiannya tetap setara dengan memiliki saham secara langsung.
“Secara umum, saham lebih cocok untuk investasi jangka panjang dengan fokus pada kepemilikan dan pendapatan pasif. SSF lebih sering digunakan oleh investor yang berpengalaman untuk trading secara jangka pendek maupun untuk strategi lindung nilai atas portofolio saham yang dimilikinya,” sambungnya.
Baca Juga: Santap Steak di Cut & Grill bersama Orang Tersayang, Dapatkan Promo Spesial dari BRI
Untuk dapat mengenali dan memulai untuk berinvestasi pada produk SSF, Jeffrey mengatakan bahwa investor dapat melihat kode yang tertera pada halaman Online Trading. Berbeda dengan saham yang memiliki ticker code berupa 4 huruf, SSF terdiri dari 4 huruf saham underlyingnya ditambah 2 kode yang mewakili bulan dan tahun jatuh tempo kontrak sehingga akan dengan mudah diidentifikasi oleh investor.
“Sebagai contoh apabila SSF memiliki underlying saham TLKM dan jatuh tempo pada bulan Oktober 2024, maka SSF tersebut akan memiliki kode TLKMV4. “V” merupakan kode untuk bulan Oktober dan “4” merupakan kode untuk tahun 2024,” pungkasnya. Contoh lainnya apabila SSF memiliki underlying BBRI dan jatuh tempo pada Januari 2025, maka SSF tersebut akan memiliki kode BBRIF5.