Indef Sebut Kebijakan Rokok Terbaru Jadi Ironi, Bisa Dampak ke Perekonomian

Achmad Fauzi Suara.Com
Selasa, 17 September 2024 | 15:55 WIB
Indef Sebut Kebijakan Rokok Terbaru Jadi Ironi, Bisa Dampak ke Perekonomian
Ilustrasi aturan larangan jual rokok eceran (Basil MK/pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polemik usulan Kemenkes menerapkan kemasan rokok polos tanpa merek terus bergulir. Kebijakan itu masuk dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dan regulasi PP Nomor 28 Tahun 2024.

Kepala Pusat Industri Indef, Andry Satrio Nugroho menilai, dua regulasi ini belum sepenuhnya mempertimbangkan dampak terhadap para pengusaha dan industri secara keseluruhan.

Ironisnya, PP 28/2024 dan RMPK yang seharusnya fokus mengatur aspek kesehatan, justru berimbas kepada perekonomian, bahkan sebelum manfaat dari sisi kesehatan dirasakan oleh khalayak luas.

"Kebijakan ini, yang tampaknya terburu-buru diterapkan, malah menambah beban bagi sektor tembakau yang sudah menghadapi kesulitan," ujar Andry yang dikutip, Selasa (17/9/2024).

Baca Juga: Pemerintah Diminta Jelaskan ke Publik Soal Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Salah satu isu utama adalah penerapan kemasan rokok polos tanpa merek melalui draft RPMK yang tengah didorong oleh Kemenkes untuk segera disahkan. Kebijakan ini diniatkan dan bertujuan untuk menstandarkan kemasan produk tembakau, namun memicu kontroversi karena menghilangkan unsur merek atau hak kekayaan intelektual pada produk.

Di samping itu, beleid ini dianggap belum terkoordinasi dengan baik antara Kemenkes dan kementerian terkait lainnya seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Andy mencatat kurangnya transparansi dari pihak Kemenkes juga menjadi sumber kekhawatiran, apalagi dengan adanya penolakan publik yang signifikan.

Selain itu, dampak dari kebijakan kemasan polos tanpa merek diperkirakan bakal menghantam industri tembakau.

Karena Jika harga tembakau naik, perusahaan-perusahaan pada sektor ini mungkin akan merespons dengan merampingkan produksi, dan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal ekosistem industri tembakau sendiri telah membuka lapangan pekerjaan mencapai 6 juta jiwa.

Baca Juga: Kemasan Polos Ancam Industri Rokok Elektronik

"Kebijakan ini bisa memperburuk situasi di lapangan kerja, apalagi dengan adanya penurunan pendapatan nasional yang sudah berlangsung," jelas dia.

Menurut Andry, regulasi yang terlalu ketat bisa mendorong meningkatnya peredaran produk tembakau ilegal, yang justru mengurangi pendapatan dari penjualan tembakau legal.

"Pemerintah perlu memperhatikan bahwa regulasi yang dimaksudkan untuk menekan produk ilegal malah dapat membuat masalah semakin rumit," beber dia.

Andry berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali RPMK yang memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek dan PP 28/2024 secara mendalam.

"Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak hanya fokus pada tujuan kesehatan, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap ekonomi dan ketenagakerjaan," pungkas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI