Suara.com - Ketegangan di Semenanjung Korea jadi salah satu perhatian utama keamanan global selama beberapa dekade terakhir. Konflik antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) tidak hanya menciptakan ketidakstabilan regional tetapi juga ancaman yang lebih luas bagi perdamaian dunia.
Perang nuklir yang pecah akibat ketegangan kedua negara dapat memicu konsekuensi bencana, yang menuntut perhatian serius dari komunitas internasional, termasuk Indonesia.
Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI), tidak bisa menutup mata terhadap potensi dampak perang nuklir terhadap 812 ribu warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Semenanjung Korea dan sekitarnya.
Jumlah itu berasal dari WNI yang saat ini berada di Korea Selatan, Jepang, China, Taiwan dan Korea Utara berdasarkan data dari Kemlu RI pada 2022-2023.
Perang Semenanjung Korea merujuk dari berbagai literasi bermula pada sejak Perang Korea (1950-1953) yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, yang berarti kedua negara masih secara teknis berada dalam keadaan perang.
![Gambar yang diambil pada tanggal 30 Mei 2024 dan dirilis dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) resmi Korea Utara melalui KNS pada tanggal 31 Mei 2024 menunjukkan uji coba salvo artileri roket super besar 600mm, di lokasi yang belum dikonfirmasi di Korea Utara. [KCNA VIA KNS/AFP]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/06/02/96160-korea-utara-uji-coba-rudal-korea-utara-korut-kim-jong-un.jpg)
Korut, di bawah kepemimpinan dinasti Kim, konsisten dalam program pengembangan senjata nuklir yang masuk strategi pertahanan mereka. Menurut laporan dari Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Korut telah mengembangkan persenjataan nuklir dan peluru kendali balistik yang mampu mencapai sasaran di luar Semenanjung Korea, termasuk Jepang dan Amerika Serikat.
Laporan dari Arms Control Association menyebut, Korea Utara saat ini diperkirakan memiliki 50 hulu ledak nuklir, data ini didapatkan per Januari 2024. Selain itu, negara yang dekat dengan Cina itu memiliki cadangan bahan fisi untuk sekitar 70-90 senjata nuklir.
Saat ini, Korut diperkirakan memiliki 60-80 kilogram plutonium dan 280-1.500 kilogram uranium yang diperkaya tinggi.
Pengamat pertahanan dan geopolitik Bruce W. Bennett bahkan dalam laporannya menyebutkan bahwa Korut sudah mengembangkan teknologi rudal jarak menengah yang dilengkapi dengan "hulu ledak luncur hipersonik". Rudal ini diperkirakan dapat terbang sangat cepat, manuver lebih rendah, dan akurasi tinggi untuk melawan sistem pertahanan militer Korsel.
Baca Juga: Muncul Permintaan Penyelidikan Peran Selandia Baru dalam Perang di Gaza
Ancaman ini tidak hanya terbatas pada kemampuan militer semata, tetapi juga menimbulkan risiko eskalasi yang lebih luas. Sementara, menurut Bruce Klingner, seorang pengamat dan peneliti di The Heritage Foundation, jika Korut meluncurkan serangan nuklir, reaksi dari Korsel dan sekutunya, terutama Amerika Serikat, bisa memicu perang skala penuh yang tidak hanya melibatkan kekuatan militer tetapi juga menimbulkan dampak global yang mengerikan.