Suara.com - Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI berkomitmen untuk meningkatkan kemandirian obat dalam negeri.
Komitmen ini diwujudkan melalui upaya menjaga ketersediaan obat, menyediakan obat dengan harga yang terjangkau, serta memanfaatkan potensi bahan obat alami untuk memperkuat sektor farmasi nasional.
Hal ini disampaikan dalam audiensi antara GPFI dan Kepala Badan POM RI, Taruna Ikrar, yang didampingi Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Rita Endang, pada 12 September 2024 di Kantor Badan POM, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Taruna Ikrar menyoroti pentingnya mempercepat akses obat baru, termasuk obat berbasis biologi yang sudah diakui di Eropa dan Amerika, tetapi belum tersedia di Indonesia. Ia menegaskan bahwa keterlibatan GPFI akan membantu mempercepat proses ini, dan Badan POM siap memberikan dukungan penuh untuk mewujudkan hal tersebut.
Baca Juga: Kronologi Kasus Korupsi Rp3,4 M Pegawai BPOM untuk Gulingkan Atasan
"Bertahun-tahun sampai disini belum masuk ke Indonesia dan itu menyebabkan semakin mahalnya obat. Nah, ternyata ada aspek dalam jangkauan tersebut yang perlu di-trick secara spesifik dengan dukungan GPFI akan makin mempercepat keinginan itu. Karenanya Badan POM siap mendukung dan berdiri bersama dengan GPFI,” tegas Taruna Ikrar.
Taruna Ikrar juga menjelaskan program prioritas Badan POM yang sejalan dengan arahan Presiden Jokowi. Program ini meliputi pengembangan inovasi, terutama untuk obat biologi, percepatan masuknya obat baru ke Indonesia, dan pembuatan regulasi obat yang diakui secara internasional.
Selain obat, pengembangan makanan, minuman, dan produk lainnya juga menjadi perhatian utama, dengan tujuan agar produk dalam negeri bisa lebih murah dan berkualitas dibandingkan produk impor.
“Dengan melibatkan 160 pabrik farmasi yang memproduksi kurang lebih 2.000 jenis zat obat dan kekuatan saluran distribusi anggota, kami optimistis dapat berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan obat-obatan impor,” ujar Ketua Umum GP Farmasi Tirto Kusnadi.
Ketua Umum GP Farmasi, Tirto Kusnadi, menambahkan bahwa industri farmasi Indonesia memiliki peran penting dalam memastikan ketersediaan obat yang terjangkau bagi masyarakat. Dengan 160 pabrik yang memproduksi sekitar 2.000 jenis zat obat, sektor farmasi lokal mampu memenuhi lebih dari 80% kebutuhan obat nasional.
Baca Juga: Modus Eks Pegawai BPOM 'Peras' Direktur PT AOBI Demi Gulingkan Kepala BPOM
Kapasitas produksi yang besar ini memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada obat impor, serta meningkatkan ketahanan terhadap krisis kesehatan global.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, industri farmasi lokal memiliki kapasitas produksi hingga 40 miliar tablet per tahun, sehingga mampu memenuhi kebutuhan domestik secara mandiri. Selain itu, kekayaan alam Indonesia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tumbuhan, dengan 940 di antaranya berkhasiat obat, memberikan peluang besar untuk mengembangkan produk fitofarmaka sebagai bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penggunaan fitofarmaka ini juga mendukung keberlanjutan industri farmasi lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku obat kimia.