Pengusaha Reklame Teriak! Aturan Soal Rokok Terbaru Bikin Sepi Pasang Iklan

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 13 September 2024 | 14:42 WIB
Pengusaha Reklame Teriak! Aturan Soal Rokok Terbaru Bikin Sepi Pasang Iklan
Ilustrasi papan reklame iklan rokok di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (21/12).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengusaha reklame dan baliho yang tergabung dalam Asosiasi Media Luar Griya Indonesia (AMLI) mengeluh dengan aturan rokok terbaru, khususnya larangan zonasi penjualan rokok. Sebab, aturan itu membuat rugi, karena pemesanan pasang reklame turun.

Ketua AMLI, Fabianus Bernadi mengatakan, kebijakan yang masuk dalam aturan PP 28/2024 maupun RPMK memiliki potensi besar untuk mempengaruhi keberlangsungan industri media luar griya dan industri kreatif secara umum.

Terkhusus, pelarangan zonasi iklan dalam PP 28/2024 yang telah menyebabkan penurunan pemasangan reklame hingga 5-10 persen.

"Aturan ini tidak hanya merugikan industri media luar griya tetapi juga berpotensi menurunkan pendapatan pajak reklame di daerah," ujar Fabianus seperti yang dikutip, Jumat (13/9/2024).

Baca Juga: Gaduh! Usai Larangan Jualan Rokok di Media Sosial dan Kemasan Polos Tanpa Merek

Dia secara tegas menolak wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang diatur pada RPMK, aturan turunan PP 28/2024. Padahal, tidak ada mandat untuk ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek pada PP 28/2024.

Menurutnya, kemasan rokok tanpa identitas tersebut akan mempermudah masuknya rokok ilegal ke pasar.

"Produsen rokok tidak mungkin akan memasang reklame di media luar griya tanpa mencantumkan identitas perusahaan atau merek, yang berdampak negatif pada efektivitas promosi mereka," jelas dia.

Salah satu kritik utama AMLI terhadap PP 28/2024 adalah pembatasan tayangan iklan produk tembakau melalui videotron. Fabianus menilai bahwa peraturan ini tidak aplikatif, karena iklan di videotron pada jam-jam tertentu di luar kota sudah dimatikan, sehingga aturan ini dianggap tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

Pembatasan lain yang dinilai bias adalah larangan iklan dalam radius 500 meter di sekitar pusat pendidikan dan tempat bermain anak. Bagi dia, kebijakan tersebut terlalu kaku dan sulit diterapkan secara praktis.

Baca Juga: Buruh Industri Rokok Bakal Demo Tolak Kemasan Polos Hingga Larangan Penjualan

Dalam survei yang dilakukan AMLI pada Desember 2023 dengan melibatkan 57 perusahaan di 37 kota, ditemukan bahwa 79% perusahaan merasakan dampak negatif dari peraturan ini. Pendapatan mereka diperkirakan akan menurun, dan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai 59%.

Padahal, saat ini Indonesia tengah mengalami gelombang pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor industri yang diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai lebih dari 70.000 pekerja pada akhir 2024.

Dengan adanya usulan Kemenkes untuk menerapkan kemasan rokok polos tanpa merek, dampaknya akan semakin besar bagi PHK tenaga kerja lintas sektor.

Tak pelak, Fabianus meminta agar PP 28/2024 direvisi dan dibuatkan peraturan baru terkait reklame untuk iklan rokok, dengan fokus pada literasi masyarakat mengenai dampak produk GGS (garam, gula, dan susu) dan tembakau.

Hingga saat in, Fabianus mengakui pihaknya belum memiliki diskusi lanjutan atau undangan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait dampak aturan ini pada industri kreatif, khususnya media luar griya. Surat yang disampaikan oleh AMLI kepada Presiden terkait sikap mereka juga belum mendapatkan respons. Yang mengecewakan, PP 28/2024 justru diterbitkan tanpa adanya pelibatan stakeholder terdampak.

"Kami menekankan perlunya dialog lebih lanjut untuk menemukan solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak," pungkas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI