Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan batubara masih menjadi primadona komoditas unggulan Indonesia, untuk itu dirinya bilang pemanfaatan batubara sebagai komoditas unggulan sejalan dengan peningkatan nilai tambah melalui program hilirisasi.
Hal ini dapat membantu target pemerintah mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.
Bahlil menyakinkan bahwa pemerintah tetap mendukung batubara sebagai salah satu komoditas utama. Namun ia menekankan pentingnya transisi energi secara bertahap.
"Saya ingin meyakinkan anda semua bahwa pemerintah ke depan masih tetap mendorong batubara sebagai salah satu komoditas unggulan seiring dengan transisi energi yang terus berjalan. Jadi, kalian harus mendapatkan modal capital yang cukup dulu sebagai instrumen untuk melakukan proses peralihan ke teknologi hijau. Karena kalau kita langsung paksakan tanpa modal yang cukup, kita tidak akan mampu melakukannya," ujar Bahlil di Acara Coaltrans Asia 2024 di Bali dikutip Antara, Selasa (10/9/2024).
Baca Juga: Holding BUMN Tambang Targetkan Jadi Penentu Harga Komoditas Global
Bahlil menambahkan bahwa seperti halnya masyarakat dunia yang berpikir kreatif untuk meningkatkan pertumbuhan tanpa mengabaikan konsensus global terkait penurunan emisi, Indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan emisi hingga nol pada tahun 2060 secara bertahap.
"Hampir semua negara di dunia terus berpikir kreatif untuk menciptakan pertumbuhan dengan tidak mengesampingkan konsensus-konsensus global terkait net zero emission (NZE) yang harus dilakukan pada 2050, dan Indonesia sendiri telah mencanangkan hal yang sama pada tahun 2060 secara bertahap," tegas Bahlil.
Menteri ESDM meminta produsen batubara untuk mulai meningkatkan nilai tambah produk batubara melalui program hilirisasi. "Kita tetap memberikan ruang bagi pengusaha-pengusaha nasional, khususnya pengusaha batubara, untuk terus melakukan penambangan dengan memperhatikan norma standar lingkungan, tata kelola, dan keterlibatan masyarakat yang baik. Namun, diharapkan dalam kurun waktu tertentu, mereka segera melakukan peralihan karena negara tidak bisa melakukan hal ini terus menerus," pinta Bahlil.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia sedang mendorong hilirisasi batubara menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah, seperti Dimethyl Ether (DME), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan bahan baku pupuk. "Untuk batubara ke depannya, kita tidak hanya melakukan ekspor raw material, tapi juga mendorong DME sebagai pengganti LPG. Karena impor LPG per tahun itu mencapai 6 juta ton, salah satu bahan baku untuk mengganti LPG adalah batubara melalui DME, serta sebagai bahan baku pupuk," ungkap Bahlil.
Sebagai salah satu produsen batubara terbesar di dunia, Indonesia berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara. Pada tahun 2023, produksi batubara mencapai 775,2 juta ton dengan total ekspor sebesar 518,05 juta ton. Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diterbitkan, produksi batubara tahun ini diperkirakan mencapai 900 juta ton.
Baca Juga: PDIP Protes Cabup Batubara Zahir Ditahan Usai Daftar Pilkada, Ingatkan Soal Telegram Kapolri
Pemerintah Indonesia sendiri telah menawarkan kerja sama kepada Pemerintah Tiongkok untuk mengembangkan dan meningkatkan nilai tambah batubara dalam bentuk produk lain, seperti coal quality improvement (coal upgrading), coal briquetting, cokes making, dan coal liquefaction.