Soal tata Kelola ini sendiri seolah menjadi permasalahan penambangan pertimahan di Babel dari masa ke masa. Menjadi masalah terus menerus sehingga banyak wilayah seperti menjadi IUP abu-abu, rakyat menambang dinilai ilegal, mau izin juga tidak tahu kemana?
Di sisi lain, regulasi pertimahan juga terkesan terus menerus mengalami perubahan. Suatu masa kewenangan ada di Bupati, lalu ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat, lalu diserahkan menjadi kewenangan Gubernur, terus ditarik ke pusat lagi.
"Di sini pemerintah daerah juga akhirnya jadi susah bersikap. Penambang demo ke Bupati, Bupati bilang bukan keweanangannya, demo ke Gubernur begitu juga. Akhirnya apa? Yah menambang secara illegal," beber Marshal.
Terjalinnya Kerja sama antara PT Timah dan swasta, sebenarnya bisa saling menguntungkan jika tata kelolanya dibenahi, regulasinya juga diperjelas. Dan rakyat juga bisa menambang dengan tenang tidak dikejar-kejar seperti kucing-kucingan.
"Tapi faktanya, IPR (izin Pertambangan Rakyat) dan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) yang ditunggu-tunggu rakyat hingga kini belum jelas. Padahal kalau dibongkar lagi, tahun 2015 Presiden Joko Widodo juga sudah merencanakan itu, namun hingga saat ini juga tidak terwujud," tegas Marshal lagi.