Langkah-langkah seperti insentif fiskal, pengurangan pajak, dan penghapusan bea impor telah mendorong investasi dan pengembangan industri ini. Selain itu, pemerintah Filipina juga mempermudah akses data dan mengidentifikasi wilayah potensial untuk eksplorasi.
“Keberhasilan ini menunjukkan pentingnya komitmen pemerintah dalam mendukung energi baru terbarukan,” kata Komaidi.
Dalam konteks internasional, perkembangan energi panas bumi di negara-negara seperti Islandia, Selandia Baru, dan Kenya juga menunjukkan potensi yang besar. Negara-negara ini telah berhasil memanfaatkan hingga 95% dari total kapasitas terpasang energi terbarukan mereka.
Komaidi mencatat bahwa hal ini bisa dicapai karena adanya dukungan kebijakan yang kuat dan konsisten dari pemerintah.
“Pengalaman negara-negara tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang tepat dapat menjadi katalisator dalam pengembangan energi terbarukan,” tambahnya.
Di Indonesia, persepsi negatif masyarakat terhadap pengembangan panas bumi sering menjadi hambatan. Banyak yang menganggap panas bumi sebagai bentuk pertambangan yang merusak lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih baik dalam edukasi publik untuk mengubah persepsi ini.
Dina Nurul Fitria menekankan bahwa komunikasi yang efektif dan transparansi dalam proses pengembangan panas bumi sangat penting untuk mengatasi masalah ini.
“Kita harus menunjukkan bahwa panas bumi adalah solusi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Para narasumber menyimpulkan bahwa pengembangan energi panas bumi memerlukan komitmen bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dukungan kebijakan yang kuat, insentif fiskal, serta edukasi publik akan menjadi kunci keberhasilan.
Baca Juga: Kontribusi Sektor Geothermal ke PNBP Tahun 2023 Naik 34,8 Persen
Eddy Soeparno menegaskan, “Untuk mencapai ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan, Indonesia harus mengambil langkah nyata dalam mempercepat pengembangan energi panas bumi.”