Suara.com - Pembayaran bunga utang negara yang terus meroket sejak tahun 2020 telah menjadi perhatian serius.
Kenaikan ini didorong oleh sejumlah faktor, termasuk peningkatan jumlah utang untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur dan penanganan pandemi COVID-19.
Dengan kondisi ini menempatkan tekanan yang signifikan pada keuangan negara.
Dalam dokumen APBN Kita edisi Agustus 2024, pembayaran bunga utang terus membengkak kondisi ini dimulai pada 2020 dimana pembayarannya mencapai Rp314,1 triliun, lalu naik menjadi Rp343,5 triliun di 2021 dan 2022 naik lagi menjadi Rp386,3 triliun.
Baca Juga: Gagal Bayar Utang, Anak Usaha Wijaya Karya Kembali Terjerat PKPU
Kemudian pada 2023 naik lagi menjadi Rp439,9 triliun dan pasda tahun 2024 pembayaran bunga utang mencapai Rp499 triliun.
Untuk tahun 2025 sendiri, bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah mencapai Rp552 triliun.
Disisi lain total utang pemerintah telah mencapai Rp8.502 triliun, mayoritas berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp7.642 triliun. Sisanya dari pinjaman Rp 1.040 triliun.
Untuk utang yang berasal dari penerbitan SBN terdiri dari SBN Domestik senilai Rp5.993 triliun, dan SBN Valas sebesar Rp1.468 triliun. Sedangkan pinjaman berasal dari pinjaman dalam negeri Rp39,95 triliun dan pinjaman luar negeri Rp1.000,49 triliun.
Dalam dokumen APBN Kita edisi Agustus 2024 itu disebutkan per akhir Juli 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 39,6% kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 20,5% dan perusahaan asuransi dan dana pensiun sebesar 19,1%.
Baca Juga: Tertarik Ganti Nama Seperti Mulyono Jadi Joko Widodo? Ikuti 3 Prosedur Rumit Ini