Suara.com - Kejahatan finansial masih menghantui industri jasa keuangan dalam negeri. Misalnya, kejahatan di mana, orang kuat di suatu perusahaan yang bisa langsung menunjuk atau memberhentikan direksi maupun komisaris atau biasa disebut beneficial owner.
Pengamat Hukum, Yunus Husein menilai beneficial owner merupakan orang di balik layar yang mengendalikan perusahaan secara menyeluruh. Hal ini terjadi dalam kasus Kresna Life.
Menurut dia, pemilik Kresna Life Michael Steven merupakan sosok beneficial owner yang merugikan nasabah.
"Jadi kalau mau cari financial crime, jangan cari perusahaannya saja. Kejar orang di balik perusahaannya, kejar si Michael, dia ini sebagai beneficial owner yang mengendalikan segala-galanya, dia yang bermain, dia yang memanfaatkan perusahaan itu," ujar Yunus dalam diskusi InfobankTalknews yang dikutip, Rabu (14/8/2024).
Baca Juga: Berikan Perlindungan Terbaik untuk Keluarga dengan Asuransi Aurora
Sebagai catatan, pemilik Grup Kresna Michael Steven ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas perkara yang menyangkut PT Kresna Sekuritas.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, MS masih dapat memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Lebih jauh dia menjelaskan, buronan yang mengajukan gugatan dalam perkara pidana maupun perdata telah melanggar prinsip Fugitive Disentitlement Doctrine. Dia dianggap tidak menghargai pengadilan.
Di lain sisi, Yunus juga mengkritisi terkait dengan administrasi pengawasan di sektor asuransi yang tidak sebaik administrasi pengawasan di sektor perbankan.
"Karena kurang rapinya administrasi ini bisa dijadikan celah-celah mengajukan gugatan di PTUN. Tapi, dalam kasus ini, saya lihat celahnya bukan gara-gara itu (administrasi), tapi gara-gara faktor-faktor yang tidak jelas. Masa buronan bisa menang berkali-kali," kata dia.
Baca Juga: Bos OJK: Pasar Modal RI Kuat!
Sementara, Pengamat Asuransi, Reza Ronaldo mengatakan, sejumlah kasus kejahatan korporasi di industri asuransi memang jadi tantangan tersendiri bagi OJK.
Maka dari itu, regulator dan para penegak hukum perlu melakukan adaptasi regulasi di tengah teknologi dan digitalisasi yang semakin canggih sebagai langkah identifikasi dan menangkap pelaku financial crime dengan kepemilikan tersembunyi.
"Kasus gugatan balik terhadap OJK menunjukkan perlunya perbaikan regulasi dan penegakan hukum untuk memberikan efek jera lebih kuat. Jadi nggak boleh regulator kalah dengan yang diatur," imbuh dia.
Di sisi lain, industri asuransi juga perlu memperbaiki tata kelola perusahaan yang baik, bukan malah berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
"Yuk mari kita hidupkan industri asuransi ini, yuk kita lihat lagi, jangan lagi kita manipulasi informasi, aktuarisnya kalau kurang lebih sekian ya sekian," pungkas dia.