Saat ini, Omnibus Law Cipta Kerja ini masih menuai kecaman menyusul ada banyaknya kasus PHK dan meningkatnya pengangguran di Indonesia. Pencetus Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia menyatakan bahwa Omnibus Law sesungguhnya disahkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia serta membuka lapangan kerja baru secara masif. Akan tetapi, netizen yang kritis justru menemukan polemik yang membayangi pengesahan Omnibus Law ini, di antaranya adalah RUU ini mengancam petani dan meningkatkan potensi konflik agraria.
Selain itu, dalam Rancangan UU Cipta Kerja Omnibus Law, terdapat pasal 117 yang mengisyaratkan keringanan hukuman bagi pelaku usaha yang melakukan monopoli. Secara keseluruhan netizen kritis menilai bahwa UU tersebut berdampak bagi semua jenis pekerjaan termasuk karyawan kantoran.
Kenaikan Angka Pengangguran
Omnibus Law disahkan di tahun 2019 lalu ketika Presiden Jokowi menjabat untuk periode kedua. Masalahnya, paska dirilis kenaikan angka pengangguran dan PHK di Indonesia meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 6 Mei 2024, tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,82 persen. Pada tahun 2022, jumlah pengangguran terbuka sebanyak 8.42 juta orang.
Di tahun 2022, terdapat 209,4 juta penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut, yang terserap oleh lapangan pekerjaan hanya 143,72 juta orang. Sisanya masih menjadi pengangguran.
Gelombang PHK paling tinggi terjadi selama wabah covid-19. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanak 72.983 karyawan menjadi korban PHK selama masa pandemi covid-19. Terdapat 4.156 perusahaan telah melakukan PHK terhadap karyawan mereka karena kondisi keuangan perusahaan yang tertekan terdampak Covid-19. Sampai kini, situasi ini belum pulih.
Kontributor : Mutaya Saroh
Baca Juga: Syarat Dari Buruh Sebelum Tapera Diberlakukan: Naikkan Dulu Upah Dan Cabut Omnibus Law Cipta Kerja