Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mencatat, kendaraan bermotor menyumbang polusi udara Jakarta sebesar 44 persen pada 2023. Hal itu menunjukkan transportasi sangat berpengaruh terhadap masalah polusi.
Selain itu, sektor transportasi juga merupakan kontributor CO2 terbesar kedua sebesar 23 persen berdasarkan data International Energy Agency pada 2021.
Peneliti Senior Institute of Essential Services Reform (IESR) Julius Christian Adiatma memaparkan, sektor transportasi menyumbang polusi udara perkotaan terbesar, yaitu 47 persen.
Menurut dia, peningkatan kualitas BBM merupakan cara yang efektif untuk mengurangi polusi udara dan juga mengurangi penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang diakibatkannya.
“Kualitas (BBM) sekarang tanpa adanya peningkatan kualitas maka pada 2030 polusi udara per komponen akan meningkat lebih dari 50-60 persen,” kata Julius.
Namun, dia menambahkan, jika kualitas BBM ditingkatkan menjadi sesuai standar EURO 4, polusi udara per komponennya akan turun lebih dari 70-90 persen.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Andri Perdana menambahkan, CORE mengkaji tiga skenario pengimplementasian kualitas BBM.
Pertama, skenario kenaikan anggaran subsidi dengan biaya ditanggung oleh APBN sepenuhnya. Kedua, skenario kenaikan harga BBM dengan tidak menambah anggaran untuk meningkatkan kualitas BBM, sehingga kenaikan biaya produksi dibebankan ke masyarakat.
Skenario terakhir, pembatasan subsidi BBM, yaitu dengan mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kualitas BBM.
Baca Juga: Harga BBM Pertamina Non Subsidi Naik Mulai 2 Agustus, Pertamax Tetap
“Ketiga skenario itu bertujuan meningkatkan kualitas udara. Apapun skenarionya, harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas udara saat ini,” ujar Andri.