Suara.com - Pengusaha ritel menilai larangan aktivitas penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak berpotensi besar menjadi pasal karet yang multitafsir dan menyulitkan di lapangan.
Aturan ini juga mematikan para peritel yang sudah beroperasi sebelum sekolah dan tempat bermain berdiri di sekitar tempat usahanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey menjelaskan ketentuan zonasi tersebut dinilai terlalu mengatur tentang cara berjualan bagi produk tembakau.
Dia juga menyoroti ketidakjelasan implementasi dariamanat zonasi tersebut.
Baca Juga: Laba Gudang Garam Gak 'Ngebul' Lagi, Anjlok 71 Persen di Semester I 2024
"Apakah hanya sekolah atau tempat kursus? Narasinya tidak spesifik, sehingga menimbulkan multitafsirdan menjadi pasal karet," ujar Roy seperti yang dikutip, Senin (5/8/2024).
Roy menilai, aturan zonasi ini bukan merupakan solusi yang tepat. Sebab, dibandingkan mengatur area penjualan, seharusnya yang dikedepankan adalah edukasib erkelanjutan bagi anak-anak.
"Mestinya, pemerintah fokus untuk memberantas rokok ilegal agar tidak mudah dijangkau oleh anak-anak. Bukannya memberikan batasan penjualan bagi rokok legal yang memberikan kontribusi sekitar Rp230 triliun bagi penerimaan negara," jelas dia.
Kemudian, Roy memandang, pemerintah juga seharusnya mengedepankan aspek edukasi bagi anak-anak untuk tidak memiliki kebiasaan merokok. Aspek edukasi ini dibangun sejak dinimulai dari PAUD hingga sekolah dasar dan menengah untuk menjelaskan risiko kesehatan jika terjadi penyalahgunaan.
Saat ini, yang justru terjadi adalah kelemahan di aspek edukasi yang menyebabkan pemerintah mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan regulasi yang membatasi aspek-aspek ekonomi dari produk tembakau. Padahal, pembatasan penjualan rokok yang tertera pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 sudah mengetatkan aturan penjualan rokok.
Baca Juga: Tembakau Alternatif Jadi Jurus Pemerintah Jepang Turunkan Konsumsi Rokok
"Kalau aturan 200 meter ini diterapkan, apakah ini akan menambah rentetan pasal karet yang dibuat oleh pemerintah? Kalau aturan ini diterapkan, apakah bisa menghilangkan rokok ilegal? Yang ada rokok ilegal akan menjadi lebih banyak daripada rokok legal,” herannya.
Terakhir, Roy menghimbau agar pemerintah melibatkan para pemangku kepentingan di industri tembakau untuk berdiskusi mengenai PP Nomor 28 Tahun 2024 ini. Karena selama ini, Roy mengaku pintu para pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam perumusan aturan tersebut tidakdiakomodir secara serius.
"Kita berharap ke depannya tentunya ada perbaikan, adaperubahan yang melibatkan pelaku usaha yang merupakan para pejuang ekonomi bagi bangsa. Jangan sampai kami di nomor sekiankan, sehingga kami menjadi tidak bisaberkembang," pungkas dia.