Suara.com - Masih banyak orang Indonesia yang masih tidak mengerti jasa keuangan mulai dari perbankan maupun asuransi. Hal ini tercermin dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang mengungkapkan baru 65,43 persen penduduk yang paham soal atau literasi jasa keuangan.
Dengan begitu, masih 34,57 persen penduduk RI yang masih gagap produk jasa keuangan.
Sedangkan, layanan jasa keuangan telah menjangkau atau inklusi 75,02 persen masyarakat RI.
"Jadi 65,43% populasi di Indonesia telah memenuhi well literated dan 75,02% masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap produk dan layanan keuangan," ujar Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi persnya, di kantornya, Jumat (2/8/2024).
Baca Juga: Dukung Inklusi Keuangan Digital, Bank DKI Hadir di FEKDI 2024
SNLIK tahun 2024 juga mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah.
Hasil yang diperoleh menunjukkan indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia sebesar 39,11 persen. Adapun, indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen.
Adapun, Survei ini digelar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama BPS.
Pelaksanaan lapangan SNLIK tahun 2024 dilakukan mulai 9 Januari hingga 5 Februari 2024 di 34 provinsi yang mencakup 120 kabupaten/kota termasuk 8 wilayah kantor OJK (1.080 blok sensus).
Jumlah sampel SNLIK tahun 2024 sebanyak 10.800 responden yang berumur antara 15-79 tahun. Metode sampling yang digunakan adalah stratified multistage cluster sampling.
Baca Juga: Jebakan Batman Motor-Mobil Wajib Asuransi: Beli Mudah, Klaim Susah!
SNLIK tahun 2024 menggunakan parameter literasi keuangan yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku, sementara indeks inklusi keuangan menggunakan parameter penggunaan (usage) terhadap produk dan layanan keuangan.
Penggunaan parameter ini sesuai dengan indikator yang digunakan dalam OECD/INFE International Survey of Financial Literacy.