OVO Finansial: Bunga Pinjol Ilegal Mencekik, Merusak Kepercayaan

Kamis, 25 Juli 2024 | 19:40 WIB
OVO Finansial: Bunga Pinjol Ilegal Mencekik, Merusak Kepercayaan
Head of Public Affairs and Policy OVO Finansial, Mekhdi Ibrahim Johan dalam diskusi Ruang Gagasan bertajuk 'Modal Usaha Anti Ribet, di sini Infonya' yang diselenggarakan Core Indonesia bekerjasama dengan Suara.com pada Kamis (25/7/2024).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - OVO Finansial, salah satu penyedia layanan keuangan digital, menyuarakan keprihatinan terhadap tingginya tingkat bunga yang ditawarkan oleh sejumlah perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal.

OVO menilai bahwa bunga pinjol yang mencekik telah merusak citra perusahaan pinjol legal seperti OVO Finansial.

"Bunga pinjol ilegal sangat mencekik, kalau kita ikut aturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," kata Head of Public Affairs and Policy OVO Finansial, Mekhdi Ibrahim Johan dalam diskusi Ruang Gagasan bertajuk 'Modal Usaha Anti Ribet, di sini Infonya' yang diselenggarakan Core Indonesia bekerjasama dengan Suara.com pada Kamis (25/7/2024).

Menurut dia dengan bunga pinjol selangit dapat membebani masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial.

Baca Juga: Sarankan Cari Pasangan Kaya demi Keuntungan Finansial, Influencer China Dilarang Tampil di Media Sosial

"Kita itu maksimal aturannya 0,3 persen (per hari), kalau lebih dari itu berarti sudah pasti pinjol ilegal," ungkapnya.

Dalam aturan OJK sendiri batasan tingkat suku bunga jasa layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) maksimal sampai 0,3 persen. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi.

Dalam beleid itu, batasan bunga yang sebelumnya ditetapkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) sebesar 0,4 persen, akan menjadi 0,1 persen sampai 0,3 persen oleh OJK.

Menurutnya praktik bunga tinggi yang dilakukan oleh sejumlah oknum penyedia layanan keuangan digital ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga merusak citra industri fintech secara keseluruhan.

Core Indonesia (Fadil)
Core Indonesia (Foto Fadil-Suara.com)

Mekhdi mengecam keras praktik pinjol ilegal yang merugikan konsumen dan merusak reputasi industri. Dirinya menegaskan bahwa sebagian besar perusahaan fintech yang tergabung dalam asosiasi berkomitmen untuk menjalankan bisnis secara etis dan transparan.

Baca Juga: Kehabisan Saldo OVO? Top Up Cepat Lewat BRImo Aja!

"Kepercayaan P2P lending pinjol ilegal sudah sangat jelek, kita saat ini mencoba untuk meningkatkan trust (kepercayaan) lagi," katanya.

Makanya saat ini dirinya bersama dengan asosiasi fintech tengah menggodok perubahan istilah pinjol. Menurutnya perubahan ini bertujuan untuk membedakan antara layanan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang legal dan terdaftar di OJK dengan praktik pinjaman online ilegal.

"Istilah pinjol selama ini sering diidentikkan dengan praktik-praktik ilegal. Padahal, tidak semua pinjol itu ilegal. Dengan mengubah istilahnya, diharapkan masyarakat bisa lebih memahami dan membedakan," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI