Suara.com - Gelombang protes mewarnai aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dilakukan Bank Commonwealth.
Diperkirakan 1.146 karyawan terancam kehilangan pekerjaan pasca akuisisi bank tersebut oleh PT Bank OCBC Indonesia.
Menurut Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Saepul Tavip, PHK ini sudah berlangsung sejak April 2024 dan ditargetkan selesai pada akhir tahun, bertepatan dengan rampungnya proses merger.
Saepul mengungkapkan kekhawatirannya atas nasib para karyawan yang terkena PHK, terutama terkait dengan pesangon dan hak-hak ketenagakerjaan lainnya.
Baca Juga: 5 Fakta Ribuan Guru Honorer Kena PHK Massal, Dinas Pendidikan Salahkan Kepsek
"Proses PHK ini kabarnya dilakukan secara sepihak dan tidak transparan," ungkap Saepul dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/7/2024). "Kami mendesak agar Bank Commonwealth dan OCBC NISP menghormati hak-hak pekerja dan menyelesaikan proses PHK ini dengan adil dan transparan." katanya.
Saepul mengungkapkan, perusahaan sempat menjanjikan bahwa pekerja yang terdampak akan ditampung di Bank OCBC Indonesia. Kendati begitu, hal ini menjadi tanda tanya besar lantaran Bank OCBC tentu akan melakukan seleksi terhadap pekerja yang akan masuk ke perusahaannya. Artinya, tidak semua pekerja dapat ditampung di perusahaan tersebut.
Pihak Bank Commonwealth sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait dengan polemik PHK massal ini. Namun, sebelumnya, Bank OCBC NISP dalam keterangan resminya menyampaikan bahwa akuisisi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan sinergi operasional.
Sebagai informasi, Bank OCBC resmi mengakuisisi 99% saham dari unit usaha dari Commonwealth Bank of Australia (CBA) di Indonesia yakni Bank Commonwealth dengan nilai transaksi mencapai Rp2,2 triliun yang prosesnya akan berlangsung hingga kuartal IV/2024.
Baca Juga: 3.200 Karyawan Unilever Kena PHK Massal