Kasus Korupsi Proyek Tol MBZ, Terdakwa Berharap Bebas

Senin, 22 Juli 2024 | 06:27 WIB
Kasus Korupsi Proyek Tol MBZ, Terdakwa Berharap Bebas
Kendaraan roda empat melintas menuju arah Jakarta di ruas Tol Layang MBZ (Mohamed Bin Zayed), Bekasi, Jawa Barat, Kamis (6/5/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penasihat Hukum Eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono menyebutkan, berdasarkan fakta persidangan, Djoko Dwijono berharap bisa bebas.

Pasalnya dirinya tidak terbukti melakukan persekongkolan dengan Yudhi Mahyudin, Tony Budianto Sihite, Sofiah Balas, dan Dono Parwoto dalam proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated alias Tol MBZ.

"Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mampu membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan yang memperkaya orang lain atau korporasi dan dengan tujuan menguntungkan orang lain atau suatu korporasi yaitu KSO Waskita Acset," ujar Wardhani Dyah Gayatri, anggota Tim Penasihat Hukum Djoko Dwijono, dalam nota pembelaan yang dibacakan saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu.

Itu sebabnya, Penasihat Hukum meminta Majelis Hakim menyatakan Djoko Dwijono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama, yakni melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca Juga: Diduga Terlibat Korupsi, Wali Kota Semarang Tercatat Hanya Punya Dua Motor Jadul

Penasihat Hukum juga meminta Majelis Hakim menyatakan Djoko Dwijono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua, yakni melanggar ketentuan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

"Membebaskan terdakwa Djoko Dwijono dari dakwaan primair maupun dakwaan subsidair sesuai dengan ketentuan Pasal 191 Ayat 1 KUHAP atau setidaknya menyatakan perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melepaskan Djoko Dwijono dari semua tuntutan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 191 Ayat 2 KUHAP," mohon Penasihat Hukum Djoko Dwijono kepada Majelis Hakim dalam nota pembelaannya.

Dalam uraiannya, Wardhani menyatakan, seluruh fakta persidangan yang meliputi keterangan saksi fakta, ahli, terdakwa, barang bukti serta bukti lainnya tidak dapat membuktikan bahwa Djoko Dwijono telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh JPU.

Selama persidangan, tidak pernah terungkap adanya persekongkolan antara Djoko Dwijono dengan Yudhi Mahyudin maupun perintah dari Djoko kepada Yudhi untuk meloloskan dan memenangkan KSO Waskita Acset dalam lelang jasa konstruksi pembangunan Tol MBZ meski tidak memenuhi syarat evaluasi administrasi maupun evaluasi teknis.

Sebagaimana terungkap dalam sidang, Djoko hanya memberikan arahan kepada Yudhi bahwa KSO Waskita Acset memperoleh right to match (RTM), yakni hak untuk menyamakan penawaran dengan penawar terbaik, yang pada saat lelang tidak digunakan lantaran harga penawaran KSO Waskita Acset paling rendah.

Baca Juga: Dalih Tak Korupsi, Eks Bos JJC Ungkap Fakta Kasus Proyek Tol MBZ

Selain itu, laporan panitia pengadaan jasa pemborongan Tol MBZ menyatakan, seluruh peserta lelang lolos evaluasi administrasi dan evaluasi teknis, termasuk KSO Waskita Acset.

"Dengan demikian, berdasarkan bukti dan fakta persidangan, terbukti bahwa Djoko tidak melakukan persekongkolan untuk memenangkan KSO Waskita Acset," tegas Wardhani.

Berdasarkan bukti dan fakta persidangan, Wardhani melanjutkan, Djoko juga terbukti tidak mengarahkan agar pemenang lelang konstruksi menggunakan steel box girder merek PT Bukaka Teknik Utama.

Sebelumnya, JPU mendakwa Djoko bersekongkol dengan Yudhi untuk dengan sengaja mengarahkan pemenang lelang pekerjaan steel box girder pada merek PT Bukaka Teknik Utama dengan cara mencantumkan kriteria "Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka" pada dokumen spesifikasi khusus.

Penasihat hukum juga membantah tuntutan JPU yang mendakwa Djoko bersama-sama dengan Yudhi Mahyudin dan Tony Budianto Sihite bersekongkol dengan Sofiah Balas serta Dono Parwoto untuk mengubah spesifikasi khusus yang tidak sesuai dengan basic design dan menurunkan volume serta mutu steel box girder sehingga mengakibatkan jalan Tol MBZ tidak memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk dilalui kendaraan golongan III, IV, dan V.

Wardhani mengatakan, pembangunan Tol MBZ menggunakan metode pekerjaan design and build sehingga dapat dilakukan pengembangan spesifikasi dari yang telah ditentukan pada basic design. Terkait perubahan steel box girder berbentuk V Shape menjadi U Shape, hal itu dilakukan sebelum PT JJC didirikan dan Djoko belum menjabat sebagai direktur utama. Selain itu, perincian steel box girder pada basic design hanya bersifat perkiraan awal.

Berdasarkan fakta persidangan, Wardhani melanjutkan, Tol MBZ telah memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan. Jalan tol tersebut juga telah mendapat sertifikat laik operasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Sementara pembatasan kendaraan golongan III, IV, dan V pada Tol MBZ tidak ada kaitannya dengan struktur bangunan jalan tol. 

Pembatasan kendaraan sesuai dengan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat dengan tujuan untuk keperluan keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan di Tol MBZ.

Lebih jauh, Wardhani mengatakan, Djoko Dwijono terbukti tidak mengetahui perbuatan Tony Budianto Sihite yang sengaja tidak memasukkan mutu beton K-500 yang disyaratkan dalam dokumen spesifikasi. Selain itu, pembahasan penurunan nilai beton dari Fc' 41,5 Mpa menjadi Fc' 35 Mpa tidak melibatkan Djoko. Berdasarkan fakta persidangan, perubahan syarat kuat tekan beton tersebut dilakukan melalui serangkaian proses konsultasi dengan Konsultan PMI maupun KKJTJ.

"Hasil pengujian beton yang dilakukan oleh PT Tridi Membran Utama tidak dapat diyakini kebenarannya karena menggunakan standar rujukan yang keliru dan berdasarkan pada 15 benda uji yang tidak dapat mewakili keseluruhan jalan tol sepanjang 38 km," kata Wardhani.

Berdasarkan fakta persidangan, Djoko Dwijono juga tidak terbukti melakukan persekongkolan dengan Tony dan KSO Waskita Acset untuk mengurangi volume pekerjaan struktur beton dengan menyetujui pekerjaan volume beton yang tidak sesuai dengan Rencana Teknik Akhir (RTA). Apalagi, kontrak antara PT JJC dengan KSO Waskita Acset bersifat lump sum fixed price yang tidak mengenal perhitungan volume sebagai hasil penyelesaian pekerjaan.

Selain tidak terbukti melakukan persekongkolan, Djoko juga tidak pernah meminta dan menerima sejumlah uang kepada pihak mana pun secara melawan hukum. Sebelumnya, JPU telah mendakwa Djoko melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510,09 miliar.

Menurut penasihat hukum, kerugian PT JJC sepatutnya tidak dianggap sebagai kerugian BUMN maupun kerugian negara. Selain itu, perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP didasarkan pada evaluasi terhadap bukti yang tidak relevan. Sehingga, kerugian keuangan negara dalam perkara ini tidak nyata dan tidak pasti.

Alih-alih memperkaya diri sendiri maupun korporasi, Djoko justru telah memperhatikan prinsip kehati-hatian sebagai usaha dalam melaksanakan good corporate governance. Ini dibuktikan dengan keberhasilan Djoko menolak klaim KSO Waskita Acset atas penambahan pekerjaan senilai Rp1,4 triliun karena perjanjian pembangunan Tol MBZ menggunakan metode pembayaran lumpsum.

"Djoko Dwijono telah beritikad baik dalam menjalankan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku di PT JJC, PT Jasa Marga Tbk, maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," imbuh Wardhani.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI