Dalih Tak Korupsi, Eks Bos JJC Ungkap Fakta Kasus Proyek Tol MBZ

Jum'at, 19 Juli 2024 | 14:10 WIB
Dalih Tak Korupsi, Eks Bos JJC Ungkap Fakta Kasus Proyek Tol MBZ
Sidang pemeriksaan saksi kasus korupsi pembangunan Jalan Tol MBZ di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (23/04/2024). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono menyampaikan sejumlah fakta persidangan yang membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan negara dalam proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta Cikampek (Japek) II Elevated atau sekarang jalan tol layang MBZ.

Hal itu diungkapkan oleh Djoko saat penyampaian pledoi atau pembelaaan atas sejumlah dakwaan jaksa yang ditujukan kepadanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis (18/7/2024).

Padahal sebelumnya jaksa menyebutkan bahwa dirinya dengan Yudhi Mahyudin secara sengaja mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel box girder pada merk Perusahaan tertentu yaitu PT. Bukaka Teknik Utama.

Selama persidangan Djoko mengaku tidak mengetahui adanya pencantuman ketentuan “Steel box girder Bukaka” dalam dokumen lelang cq Spesifikasi Khusus. “Saya juga tidak pernah menyetujui Spesifikasi Khusus yang mencantumkan ketentuan “Steel box girder Bukaka” sebagai dokumen lelang,” ungkapnya di persidangan.

Baca Juga: Kejagung Jerat 7 Tersangka Baru Kasus Korupsi 109 Ton Emas PT Antam, 5 di Antaranya Tak Ditahan Alasan Kesehatan

Selain itu Djoko juga membantah soal pemberian hak untuk menyamakan penawaran atau right to match (RTM) kepada konsorsium PT Waskita Karya Tbk-PT Acset Indonusa Tbk (KSO Waskita-Acset), dalam lelang proyek jalan tol layang terpanjang di Indonesia itu.

Djoko mengatakan, penerapan konsep design and build dan metode right to match karena pada proses sebelumnya, pada lelang investasi, sudah diinformasikan kontraktor pelaksanaannya, dan kontraktor tersebut akan diberikan right to match di dalam proses pelelangan konstruksi.

“Pada kenyataannya hak tersebut juga tidak perlu digunakan karena harga penawar KSO Waskita-Acset sudah paling rendah,” lanjut Djoko.

Ketentuan mengenai pemberian right to match sudah diatur oleh Pemerintah untuk proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, badan usaha pemrakarsa KPBU memperoleh tiga kompensasi.

Selain hak untuk menyamakan penawaran alias right to match, pemrakarsa juga mendapat tambahan nilai sebesar 10% dan pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual, oleh pemerintah.

Baca Juga: Dalih Belum Diizinkan Dokter, Eks Gubernur Malut Abdul Gani Absen Sebagai Terdakwa di Sidang

Dirinya juga membantah terkait dakwaan bahwa pihaknya disebut bersekongkol bersama ketiga terdakwa lainnya untuk mengubah spesifikasi khusus yang tidak sesuai dengan basic design (design awal) dan menurunkan volume serta mutu steel box girder yaitu dengan cara tidak mencantumkan tinggi girder pada dokumen penawaran.

Sementara dalam persidangan terungkap bahwa pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated menggunakan metode pekerjaan Design and Build, sehingga dapat dilakukan pengembangan spesifikasi dari yang telah ditentukan pada basic design.

"Perubahan steel box girder berbentuk V shape menjadi steel box girder bentuk U shape pada pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated dilakukan sebelum PT JJC didirikan dan saya belum menjadi Direktur Utama PT JJC," tegasnya.

Sesuai fakta persidangan juga tidak pernah terungkap adanya persekongkolan antara Djoko Dwijono dengan Saksi Tony Budianto Sihite dan Waskita-Acset KSO untuk mengurangi volume pekerjaan struktur beton. Apalagi jika dilihat dari sisi kontrak antara PT JJC dengan Waskita-Acset KSO bersifat lump sum fixed price yang tidak mengenal perhitungan volume.

"Perhitungan volume pekerjaan berdasarkan Rencana Teknik Akhir (RTA). Dalam skema desain and build semuanya bersifat lump sum fixed price,"ujarnya.

Terdakwa Djoko Dwijono dan Tony Budianto Sihite sebelumnya didakwa telah bersekongkol dengan pihak KSO WASKITA-ACSET untuk mengurangi volume pekerjaan struktur beton, dengan cara menyetujui pekerjaan volume beton yang tidak sesuai dengan Rencana Teknik Akhir (RTA), sehingga terdapat kekurangan volume pada pekerjaan.

Djoko mengaku sebelum pekerjaan ini dilakukan, kontrak Jasa Pemborongan (Design and Build) antara PT JJC dengan Waskita-Acset KSO merupakan kontrak pekerjaan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun (Design and Build), sehingga pembuatan RTA merupakan kewajiban dari kontraktor Design and Build in casu Waskita-Acset KSO.

Di mana pekerjaan konstruksi jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated didasarkan pada Rencana Teknik Akhir (RTA) yang dibuat secara parsial oleh Kontraktor melalui Konsultan Perencana.

Dalam dakwaan lain, JPU menyebut Djoko tidak melakukan evaluasi dan pengendalian terhadap kegiatan pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. sehingga hasil pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan feasibility (studi kelayakan) dan Kriteria Design yang sudah ditetapkan.

Dalam persidangan terungkap bahwa laporan yang diterima oleh Djoko Dwijono terkait hasil uji tekan beton pada masa konstruksi yang dilakukan oleh KSO Waskita Acset dengan bantuan laboratarium independen (Laboraturium Universitas Indonesia, Trisakti, Institut Teknologi Bandung dan Balai Uji PUPR) sudah sesuai ketentuan.

“Hal ini turut disaksikan oleh konsultan pengawas PT Virama Karya (Persero) dan Pimpro area I, II, dan III, seluruhnya menyatakan hasil kuat tekan beton telah memenuhi syarat minimum fc’ 35 mpa” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI