Suara.com - Presiden Joko Widodo telah menyetujui perpanjangan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dalam Rapat Terbatas pada 8 Juli 2024. Selain itu juga akan dilakukan kajian lebih mendalam dalam rangka penambahan sektor-sektor penerima HGBT di luar tujuh sektor industri yang saat ini sudah menerima.
Dalam penjelasannya seusai rapat terbatas, Menteri Perindustrian RI menyebutkan keputusan tersebut merupakan penantian besar bagi pelaku industri dan pihaknya dalam upaya pemenuhan kebutuhan gas bagi industri dengan harga bersaing sebesar USD6/MMBTU.
“Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang merupakan upaya transformasi dari keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif nasional, terbukti bermanfaat dalam meningkatkan pertumbuhan industri maupun ekonomi secara keseluruhan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ditulis Selasa (16/7/2024).
Agus menyampaikan total dampak positif HGBT terhadap sektor industri pada kurun waktu 2020-2023 adalah sebesar Rp147,11 Triliun, dengan perincian peningkatan ekspor sebesar Rp88,12 Triliun, peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp8,98 Triliun, peningkatan investasi sebesar Rp36,67 Triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,3 Triliun.
Baca Juga: Pengusaha Kawasan Industri Apresiasi RPP tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri
Adapun, tujuh kelompok industri yang dimaksud adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet. Sedangkan usulan perluasan sektor industri penerima HGBT masih dalam pembahasan.
Berkaitan perpanjangan kebijakan HGBT ini, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Norman Wibowo mengapresiasi langkah pemerintah untuk meneruskan harga gas murah bagi tujuh sektor industri.
Pasalnya, kebijakan hilirisasi industri sawit membutuhkan faktor penunjang seperti gas murah agar dapat berkompetisi dan melakukan penetrasi produk ke negara lain.
“Kebijakan HGBT memang perlu diperpanjang sebagai strategi penguatan daya saing industri di pasar global. Melalui HGBT, kami meyakini hilirisasi sawit akan semakin bertumbuh dan mampu memberikan tambahan devisa kepada negara,” ujar Norman.
Menurut Norman, perusahaan oleokimia anggota Apolin sangat membutuhkan dukungan kebijakan HGBT karena komponen gas ini sangat diperlukan sebagai bahan baku penolong dalam dua jalur. Jalur pertama adalah produk fatty acid, komponen gas ini diperlukan 20%-23%.
Baca Juga: KADIN Sebut Kepastian Pasokan Gas Jadi Tantangan Terbesar Program HGBT
Sedangkan, jalur kedua adalah produk fatty alcohol, komponen gas dibutuhkan 40%-43%. Selain itu, gas bumi tidak dapat digantikan dengan bahan lainnya karena gas bumi juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan gas hidrogen yang menjadi bahan penolong untuk industri oleokimia fatty acid dan fatty alcohol.
“Saat ini dari 13 anggota Apolin, baru 9 perusahaan mendapatkan fasilitas gas murah, kami berharap ke depan semua anggota kami bisa mendapatkan fasilitas tersebut”, ujar Norman.
Norman juga menambahkan bahwa APOLIN sangat mendukung pembentukan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
“PP ini sangat penting untuk menjaga konsistensi kebijakan HGBT sektor industri ke depan dan akan menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan re-investasi industri sektor oleokimia, baik yang berasal dari pembangunan pabrik baru, perluasan pabrik existing, hingga relokasi pabrik oleokimia dari luar negeri masuk ke Indonesia,” tegas Norman.
Perpanjangan kebijakan gas murah akan memberikan dampak positif bagi efisiensi biaya produksi. Sehingga, perusahaan oleokimia dapat fokus kepada perluasan kapasitas produksi dan/atau investasi dalam rangka memenuhi permintaan global yang tumbuh sekitar 15%-17% per tahun.
Norman memastikan bahwa keberlanjutan gas murah akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, terutama dalam konteks peningkatan volume dan nilai ekspor di sektor oleokimia.
Berkaitan penugasan Pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) untuk membuat infrastruktur regasifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), dikatakan Norman, kami berharap LNG dapat masuk ke dalam skema kebijakan gas murah sebagai alternatif selain gas alam yang sumbernya relatif terbatas. Kendati demikian, kepastian LNG masuk skema kebijakan gas murah ini masih menunggu regulasi dari pemerintah.
“Kami berharap pembangunan infrastruktur regasifikasi LNG ini akan memperkuat dan mengintegrasikan pemanfaatan infrastruktur gas pipa maupun beyond pipeline bagi pemenuhan kebutuhan domestik. Terkait rencana LNG masuk kepada skema HGBT, kami menunggu kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Sejak dijalankan pada 2020, terjadi kenaikan volume ekspor oleokimia sebanyak 3,87 juta ton pada 2020, lalu 4,19 juta ton pada 2021, dan 4,26 juta ton pada 2022. Seiring kenaikan volume, nilai ekspor oleokimia juga bertambah setiap tahunnya. Pada 2020, nilai ekspor sebesar US$ 2,63 miliar lalu naik menjadi US$ 4,41 miliar pada 2021 dan US$ 5,4 miliar pada 2022.
Dari segi realisasi pajak dan investasi, data Apolin menunjukkan adanya pertumbuhan dalam 3 tahun terakhir. Realisasi pajak dari sektor oleokimia sebesar Rp 1,25 triliun pada 2020 lalu naik menjadi Rp2,2 triliun pada 2021 dan Rp2,9 triliun pada 2022. Begitupula realisasi investasi sebesar Rp 1,34 triliun pada 2020 lalu tumbuh menjadi Rp 1,76 triliun pada 2021 dan Rp 2,3 triliun pada 2022.
“Kami mengapresiasi Menteri Perindustrian yang telah memperjuangkan kebijakan HGBT untuk industri Oleokimia, dalam rangka mendukung program nasional hilirisasi industri kelapa sawit. Kami meyakini perjuangan tersebut tidaklah mudah, namun Beliau telah memberikan dukungan yang sangat besar bagi industri oleokimia agar dapat berkinerja lebih tinggi sehingga berkontribusi maksimal untuk perekonomian Bangsa”, tutup Norman.