Suara.com - Pengamat Hukum Denny Indrayana menilai kasus gugatan Bos Kresna Group Michael Steven terhadap OJK atas sanksi denda dan surat peringatan tertulis yang dikeluarkan OJK terbilang "aneh bin ajaib" karena meskipun sudah jadi tersangka dan buronan Bareskrim Polri, Michael Steven masih bisa menggugat OJK dan memenangkan bandingnya dari OJK.
"Aneh bin ajaib kan buron bisa menang dan diberikan hak untuk mengajukan gugatan, ajukan banding. Dalam konsep yang normal buron itu dikurangi hak-hak hukumnya. kalau dia mau melakukan langkah-langkah hukum dia mesti menghadapi dong! Sepertinya dia nggak berani hadapi hukum pidana dia gugat perdata padahal yang dirugikan banyak kepentingan. Nah OJK sudah melindungi kepentingan masyarakat malah dikalahkan oleh buron," kata Denny ditulis Jumat (12/7/2024).
Padahal lanjutnya, dalam UU pencucian uang sudah ada soal pembatasan hak hukum bagi buronan dan Mahkamah Agung juga melarang buronan mengajukan praperadilan. Bahkan dalam konsep-konsep di negara maju dan negara umumnya bahwa seseorang yang mau mengambil langkah hukum mereka harus taat hukum.
"Ini dia (Michael Steven) gugat ke PTUN, dia-nya malah lari (buron). Kalau dalam konteks atau istilahnya ini fugitive disentitlement, artinya dia dihilangkan hak-hak hukumnya karena dia buron," tukasnya.
Baca Juga: Profil Michael Steven, Pemilik Asuransi Kresna Life
Denny juga menilai dalih Michael Steven sebagai ultimate beneficial owner di Kresna Group adalah modus yang disengaja untuk menempatkan dirinya sebagai pemilik manfaat terakhir di PT Kresna Asset Management agar kejahatannya terlindungi.
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan OJK, Michael Steven terbukti sebagai ultimate beneficial owner yang meskipun tidak tercantum dalam anggaran dasar namun, Michael Steven melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana dari PT Kresna Asset Management untuk melakukan transaksi demi kepentingan grup Kresna, sehingga merugikan konsumen.
"Modus bahwa dia tidak ada namanya di anggaran dasar pemegang saham itu kan modus lama. memang beneficial owner-kan mereka tidak mau muncul namanya supaya mereka kalau melakukan kejahatan tidak terdeteksi atau tidak bisa ditangkap. Yang ditangkap nanti namanya disitu supir, orang gak jelas atau office boy," ujar Denny.
Untuk menyeret para ultimate beneficial owner ini, menurut Denny, sebenarnya sudah ada Perpres atau aturan-aturan hukum yang menyatakan bahwa pemilik manfaat harus bertanggung jawab meskipun namanya tidak ada di dalam anggaran dasar. Namun sayangnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) mengatakan bahwa nama Michael Steven tidak ada di anggaran dasar sehingga dia tidak bertanggung jawab.
"Itu kan mohon maaf majelis hakimnya keliru karena salah satu modus menghilangkan jejak dan tanggung jawab justru dengan tidak mencantumkan nama. Bahwa dia yang mengatur, mengintervensi investasi saham di mana, modal ditanam ke anak-anak perusahaan afiliasi dia kan clear dibuktikan oleh OJK. Jadi jangan dikelabui karena sebenarnya dia pemilik manfaat dari transaksi-transaksi yang diselewengkan Michael Steven ini. Jadi mestinya hukum ditegakkan lagi jangan kalah sama buronan," tegas Denny.
Baca Juga: Hari Gemar Menabung, OJK Pasang Target: Masyarakat Mesti Punya Buku Rekening
Sementara terkait sanksi denda sebesar Rp5,7 miliar dan larangan sebagai pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal selama lima tahun yang dijatuhi OJK, menurutnya sudah tepat.
"Itu sudah tepat dan seharusnya sudah bisa mengarah pidana dan memang sudah menjadi tersangka kan yang bersangkutan," tutupnya.