Suara.com - Kementerian ESDM menciduk adanya Warga Negara Asing (WNA) asal China yang melakukan kegiatan penambangan emas tanpa adanya izin usaha pertambangan (IUP) di Ketapang, Kalimantan Barat. Kekinian, Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah merampungkan tahap penyidikan terhadap tersangka YH.
Tahapan penyidikan oleh PPNS Ditjen Minerba dinyatakan selesai, dengan diterimanya berkas penyidikan dan dinyatakan lengkap oleh Jaksa Pidana Umum (JPU) di Jakarta melalui surat P-21 Nomor B-2687/Eku.1/07/2024 tanggal 5 Juli 2024. Tahap selanjutnya PPNS Ditjen Minerba menyerahkan penahanan tersangka dan barang bukti pidana pertambangan diserahkan kepada JPU Kejaksaan Negeri Ketapang, didampingi JPU Kejaksaan Agung.
"Upaya penegakan hukum ini menjadi pelajaran prestasi bersama dan ke depan perlu dilaksanakan di lokasi lainnya yang memerlukan penegakan hukum," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi dalam keterangannya, Selasa (10/7/2024).
Upaya yang dilakukan PPNS Ditjen Minerba dan tim ini juga didukung Kejaksanaan Negeri Ketapang dan berjanji segera melimpahkan perkara ini untuk disidangkan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Minta Tambahan Rp15,12 Triliun untuk Subsidi Listrik 2025
Modus Tambang Emas Ilegal
PPNS Ditjen Minerba melakukan serangkaian kegiatan Pengawasan, Pengamatan, Penelitian dan Pemeriksaan (WASMATLITRIK) dibawah koordinasi dan pengawasan Biro Korwas PPNS Bareskrim POLRI menindaklanjuti pengaduan masyarakat terhadap dugaan kegiatan pertambangan bijih emas secara illegal dengan metode tambang dalam yang dilakukan di lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Di lokasi tambang dalam ini ditemukan sejumlah alat bukti yang menjadi ciri khas pengolahan dan pemurnian emas antara lain pemecah batu (grinder), induction furnace, pemanas listrik, koli untuk melebur emas, cetakan bullion grafit, exhaust/kipas hisap, bahan kimia penangkap emas, garam, kapur dan peralatan yang digunakan untuk menambang antara lain blasting machine, lower dozer, dumptruck listrik dan lori.
Barang bukti dititipkan di Polres Ketapang karena alasan mobilisasi. Di samping itu, ada beberapa barang bukti yang masih dalam perjalanan karena terkendala masalah administrasi penerbangan.
Modus yang digunakan dalam tindak pidana ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang masih dalam masa pemeliharaan di WIUP dengan alasan kegiatan pemeliharaan dan perawatan, namun pelaksanaan kegiatan di tunnel yaitu melaksanakan blasting/pembongkaran menggunakan bahan peleda, kemudian mengolah dan memurnikan bijih emas di lokasi tersebut (di dalam tunnel). Hasil pekerjaan pemurnian di tunnel tersebut dibawa ke luar lubang dalam bentuk dore/bullion emas.
Baca Juga: Pemkot Solo Terima Motor Listrik Hasil Konversi dari Kementerian ESDM, Hemat BBM Tahunan Rp 3 Jutaan
Dalam kasus ini, tersangka YH berperan sebagai pimpinan penambangan di bawah tanah (underground mining) di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampaim Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Kalimantan Barat, pada kurun waktu bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2024.
Kegiatan penambangan tanpa izin ini mengakibatkan kerugian negara atas hilangnya cadangan emas dan perak sebesar lebih kurang 774.200 gram dan cadangan perak lebih kurang 937.700 gram.
Sesuai Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tersangka terancam hukuman kurungan pidana selama-lamanya 5(lima) tahun dan denda maksimal 100 miliar rupiah. Perkara ini akan dikembangkan lebih lanjut secara paralel, bersamaan dengan tindak lanjut kasus oleh Kejaksaan Negeri Ketapang.