Suara.com - Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto tampkanya belum bisa tidur nyenyak pada awal-awal menjabat sebagai orang nomer satu di Indonesia, pasalnya pemerintahan ini akan dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola keuangan negara di tahun 2025.
Hal ini dikarenakan beban utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp800 triliun.
Direktur Program INDEF Eisha M Rachbini membeberkan utang jatuh tempo pada 2024 sekitar Rp400 triliun, sementara pada 2025, mencapai Rp800 triliun.
Angka ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jatuh tempo utang di tahun 2024 yang diestimasikan sekitar Rp400 triliun.
Baca Juga: Jersey Olimpiade Indonesia yang Didesain Didit Prabowo, Lebih Keren Dibanding Negara Lain?
Berdsarkan catatan utang pemerintah saat ini menyentuh Rp8.353 triliun naik Rp14,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang berada di kisaran Rp8.338 triliun. Adapun nilai utang jatuh tempo pemerintah mencapai Rp3.749 triliun untuk periode 2025-2029.
Pada 2025, utang jatuh tempo yang harus dibayarkan berada di level Rp800 triliun. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 30 April 2024 mencatat utang jatuh tempo pemerintah di tahun depan naik signifikan, dibandingkan tahun ini yang berada di posisi Rp 434,29 triliun.
Tingginya beban utang jatuh tempo di tahun 2025 dikhawatirkan akan memberikan tekanan yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal ini dapat berakibat pada berkurangnya ruang fiskal untuk program-program prioritas pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Untuk itu dirinya meminta pemerintah baru untuk mencari pembiayaan inovatif agar ruang fiskal APBN tidak tertekan karena tumpukkan utang. Apalagi kata dia sejumlah program prioritas Prabowo membutuhkan anggaran jumbo untuk dapat berjalan, seperti program makan bergizi gratis dan kelanjutan proyek IKN.
"Pembiayaan inovatif juga harus didorong nggak cuma berpangku tangan dengan kemampuan pemerintah tapi juga dengan gandeng investor, tapi masalahnya saat ingin berapa sih Investor yang di IKN?" kata dia dalam sebuah diskusi dikutip Jumat (5/7/2024).