APHRF 2024, Pentingnya Inovasi dalam Pengurangan Bahaya Tembakau di Indonesia

Kamis, 04 Juli 2024 | 11:47 WIB
APHRF 2024, Pentingnya Inovasi dalam Pengurangan Bahaya Tembakau di Indonesia
Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024 di Jakarta Convention Center.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Oleh karena itu, Bambang menyarankan agar kajian ilmiah lebih lanjut tentang produk tembakau alternatif dapat dilakukan agar masyarakat, terutama perokok dewasa, sehingga bisa memutuskan solusi untuk beralih dari kebiasaan merokok guna memperbaiki kualitas kesehatannya.

Narasumber lainnya pada diskusi panel yang sama, Prof. Dr. drg. Amaliya, M.Sc., dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, menambahkan pemanfaatan produk tembakau alternatif juga dapat menjadi salah satu strategi untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia yang sudah mencapai 57 juta jiwa.

Prof. Amaliya menyampaikan, bahwa yang terbaik bagi perokok adalah tidak menggunakan produk tembakau sama sekali. “Namun, kita harus paham bahwa banyak perokok yang tidak bisa serta-merta meninggalkan produk tembakau sepenuhnya. Sehingga, produk tembakau alternatif yang tidak dibakar ini bisa menjadi opsi yang lebih baik bagi mereka,” lanjutnya.

Sebab, produk tersebut telah teruji secara kajian ilmiah menerapkan konsep pengurangan risiko sehingga mampu meminimalkan zat-zat berbahaya. Hal itu dibuktikan dengan studi klinis yang dilakukan Universitas Padjadjaran.

“Hasil studi klinis tersebut memberikan bukti ilmiah bahwa produk tembakau alternatif berhasil menerapkan pengurangan risiko karena terjadi penurunan profil risiko, pemerintah perlu bersikap terbuka agar dapat memanfaatkan produk ini untuk menurunkan prevalensi merokok khususnya di kalangan perokok dewasa sehingga terjadi perbaikan kualitas kesehatan. Pemerintah juga perlu melibatkan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk berkolaborasi dalam menyebarluaskan hasil temuan ini,” kata Amaliya.

Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum UI, Harry Prasetiyo, mengatakan para pembuat kebijakan harus mencari sumber masalah dalam merumuskan suatu aturan.

Dalam konteks industri hasil tembakau, Harry mengatakan pemerintah harus memiliki pola pikir (mindset) yang baik ketika membuat aturan produk tembakau, termasuk dengan mempertimbangkan profil risiko. Di UU Kesehatan contohnya, pemerintah sebenarnya telah mengamanatkan adanya aturan turunan yg terpisah antara rokok konvensional dengan rokok elektrik.

"Ketika kita memakai ilmu hukum, ada yang namanya single subject rule. Ini dua objek berbeda sehingga diatur berbeda. Sehingga, di Peraturan Pemerintah (PP)-nya, saya berharap diatur secara berbeda pula," ujarnya.

Baca Juga: APHRF 2024, Sinergi Pemangku Kepentingan Menekan Bahaya Penggunaan Tembakau

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI