Suara.com - Kementerian PPN/Bappenas untuk pertama kalinya menggelar Green Economy Expo: Advancing Technology, Innovation, and Circularity pada 3 hingga 5 Juli 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Acara yang dibuka oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia ini merupakan forum yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan strategis dalam mewujudkan perekonomian Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan melalui Ekonomi Hijau.
“Pada dasarnya, transformasi ekonomi menuju Ekonomi Hijau akan fokus pada penciptaan investasi, modal dan infrastruktur, lapangan kerja, dan keterampilan yang lebih berkelanjutan, guna mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan,” ungkap Airlangga di Jakarta Rabu (3/7/2024).
Transformasi Ekonomi Hijau merupakan bentuk komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 menjadi Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan yang mempertimbangkan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup
dalam pembangunan Indonesia.
Baca Juga: Smelter Freeport di Gresik Resmi Beroperasi, Pemerintah Pede Bisa Raih Cuan
Ekonomi Hijau akan menjadi mesin yang akan mendorong transisi menuju pertumbuhan berkelanjutan yang diterapkan melalui transisi energi terbarukan, penerapan ekonomi sirkular dan bioekonomi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan tenaga kerja hijau.
Pada kesempatan yang sama, Menteri PPN/Kepala Bappenas juga meluncurkan dokumen Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia dan dokumen Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
implementasi kebijakan Ekonomi Sirkular di Indonesia.
“Jika diterapkan dengan serius di lima sektor prioritas (pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil), kebijakan ekonomi sirkular berpotensi memberikan manfaat yang tinggi pada pembangunan kita," kata Suharso.
Dirinya pun mencontohkan ekonomi sirkular ini dapat meningkatkan PDB Indonesia pada kisaran Rp 593 hingga Rp 638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja hijau hingga tahun 2030 dengan 75 persen dari total pekerjaan merupakan tenaga kerja perempuan, mengurangi timbulan limbah sebesar 18-52 persen dibandingkan business as usual pada tahun 2030, dan juga berkontribusi menurunkan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2.
Di sisi lain, pada sektor pangan, pengendalian susut dan sisa pangan juga menjadi salah satu strategi intervensi prioritas yang dapat menekan jumlah timbulan sampah pangan hingga 166 kg/kapita/tahun serta mencegah risiko kehilangan ekonomi sekitar Rp213 hingga 551 triliun/tahun.
Baca Juga: Ekonom Nilai Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan Gelar Karpet Merah untuk Produk Impor
Pemanfaatan sisa pangan yang masih layak konsumsi juga dapat memenuhi kebutuhan energi sebanyak 62-100 persen dari total penduduk Indonesia yang kekurangan nutrisi. Kontribusi target penurunan emisi dari pengelolaan susut dan sisa pangan mencapai 1.702,9 Mt CO2-ek atau 7,29 persen dari total emisi GRK Indonesia tahun 2019.