Suara.com - PT Sri Rezeki Isman Tbk (SRIL) atau yang lebih dikenal Sritex buka-bukaan soal kondisi perusahaan yang dianggap bangkrut. Perusahaan tekstil ini pun langsung membantah bahwa kondisinya tengah gulung tikar.
Direktur Keuangan SRIL, Welly Setiawan menegaskan, belum ada putusan dari manapun yang menyatakan kondisi perusahaan tengah pailit.
"Tidak benar (perusahaan bangkrut), karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan," ujarnya dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), yang dikutip Rabu (26/6/2024).
Welly tak menampik kondisi perusahaan memang tak baik-baik saja. Hal ini akibatkan, persaingan yang ketat di industri tekstil global.
Baca Juga: Permintaan Lesu, PHK Tekstil Tak Terbendung?
Mulai dari geopolitik perang di timur tengah dan lainnya yang membuat rantai pasok global, sehingga mengganggu penjualan Sritex.
"Serta penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat," imbuh dia.
Kemudian, pasokan tekstil yang melimpah di China membuat praktik dumping terus merebak. Dumping ini, bilang Welly, sering terjadi di negara-negara di luar Eropa dan China yang memang aturan impornya longgar, seperti di Indonesia.
"Gempuran produk China masih terus berlangsung sehingga penjualan belum pulih. Perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha, serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," jelas dia.
Namun, Welly mengaku, manajemen tidak tinggal diam dengan kondisi itu. Manajemen mulai menata kembali utangnya ke kreditur atau restrukturisasi lewan Penudaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Baca Juga: Kiamat Pabrik Tekstil Lokal, Bos Besar Sritex Murung Karena Banjirnya Garmen Murah Asal China
"Restrukturisasi lewat PKPU sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PKPU tertanggal 25 Januari 2022 atas perkara PKPU No. 12/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN Niaga Semarang," kata dia.
Untuk diketahui, SRIL melaporkan defisit USD 1,16 miliar setara Rp12,94 triliun pada 2023. Kerugian yang ditanggung SRIL sepanjang 2023 adalah USD 174,84 juta dengan defisit USD 1,16 miliar dan defisiensi modal USD 954,82 juta.
Pada 2023, penjualan bersih menurun 38,2 persen menjadi USD 325,8 juta dari USD 524,56 juta pada 2022. Di tahun yang sama, total aset juga menurun menjadi USD 648,898 juta ketimbang pada 2022 yaitu USD 764,55 juta.