Tak hanya permintaan menurun, Covid-19 juga mengakibatkan gangguan terhadap pasokan bahan baku yang berimbas pada penundaan produksi awal dan memengaruhi produksi di akhir. Tak tinggal diam, Sritex telah berusaha mengurangi produksi untuk menghindari kelebihan stok barang serta mempertahankan cash flow yang masih stabil. Namun upaya yang diambil ini justru berdampak pada penurunan pendapatan dan laba perusahaan Sritex.
Hantaman Covid-19 membuat pasar saham turun secara signifikan di seluruh dunia. Hal tersebut tentu berdampak pada harga saham Sritex SRIL, yang mengalami penurunan sejak awal kemunculan pandemi.
walaupun selama sepuluh tahun terakhir Sritex sukses memberikan pertumbuhan laba hingga rata-rata 18,5% per tahun, namun sayangnya di tahun 2021, PT Sri Rejeki Isman justru mengalami kerugian bersih hingga mencapai US$1,08 miliar atau Rp16,76 triliun.
2. Sritex Terlilit Utang
Utang PT. Sritex Sukoharjo ternyata sudah ada sebelum pandemi Covid-19. Sesuai Daftar Efek Bersifat Ekuitas dalam Pemantauan Khusus Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga bulN September 2022, total liabilitas saham SRIL mencapai US$1,6 Miliar atau setara dengan Rp24,66 triliun.
Utang yang melilit hingga menyebabkan perusahaan tekstil Sritex bangkrut ini didominasi oleh utang bank jangka pendek dan utang obligasi yang jatuh tempo hingga mencapai US$1,36 miliar atau setara Rp21,4 triliun.
3. Saham SRIL yang Dibekukan BEI
Pada bulan Oktober 2022 silam, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia memutuskan untuk penghentian sementara atau suspensi terhadap perdagangan saham PT Sritex dengan kode saham SRIL di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penghentian sementara tersebut dilakukan lantaran Sritex dianggap tidak memenuhi kewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan kuartal pertama pada 2022 sesuai jadwal yang sudaj ditentukan. Karena itulah, OJK lantas mengambil tindakan suspensi perdagangan terhadap saham Sritex sampai perusahaan memenuhi kewajibannya.
4. Ekuitas Sritex Negatif