Suara.com - Uang yang beredar dari judi online pada skala global sudah mencapai $100,9 miliar atau Rp 1.659 triliun pada 2024. Perputaran uang tersebut diprediksi bakal terus menanjak hingga 2029 dengan total $136,30 miliar.
Adapun bandar judi online, tentunya berada di posisi menguntungkan dengan nilai uang sebanyak itu. Salah satu negara bandar judi online adalah Amerika Serikat (AS). Aktivitas judi online baik offline maupun online, tengah berkembang pesat.
Bahkan negeri Paman Sam itu menempati puncak peringkat utama pada pendapatan uang judi online. Menurut Statiska, pendapatan AS sebesar $18,41 miliar pada 2024 lewat industri perjudian.
Bandar akan semakin kaya dan untung. Namun bagi masyarakat yang bermain judi online, ini adalah ancaman besar. Para pemain judi online bahkan merelakan uang jutaan rupiah agar bisa menang. Padahal nyatanya, kemenangan itu hanya semu yang memberi efek ketagihan.
Efek ketagihan ini mampu merusak mental pemainnya. Mereka mudah stres, cemas dan depresi karena merasa tidak mampu menang bermain judi online.
Selain rugi mental, pemain bisa terjerat hukuman pidana. Hal ini lantaran judi online adalah permainan ilegal. Bahkan pemain bisa bertindak kriminal agar mendapat uang lebih untuk ikut judi online. Mulai dari pencurian, perampokan hingga penipuan.
Hubungan pemain dengan orang-orang sekitar tentu juga akan terganggu. Sebab keluarga, pasangan, teman merasa risih dengan perilaku bermain judi online yang terus-menerus.
Seperti di Indonesia. Judi online menjadi biang kerok dalam kasus belakangan ini: Polwan yang membakar suaminya—seorang polisi—gegara uang gajinya hanya habis untuk bermain judi online.