Suara.com - Perubahan iklim dan kerawanan pangan menjadi tantangan besar bagi sektor pertanian, khususnya padi dan jagung sebagai tanaman terpenting di Indonesia. Gangguan terhadap kedua sektor tersebut akan menimbulkan guncangan di masyarakat dan ancaman terhadap target pembangunan nasional.
Pertanian cerdas iklim menjadi solusi dalam mengembangkan pertanian yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Dalam hal ini, agrobisnis berperan penting untuk menggenjot inovasi pertanian yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sekaligus meningkatkan ketahanan petani terhadap perubahan iklim. Keterlibatan agrobisnis dalam pertanian cerdas iklim secara konstruktif juga dapat mendukung pemerintah memenuhi target nasional pengurangan emisi karbon.
Salah satu bentuk dari pertanian cerdas iklim adalah benih padi cerdas iklim yang dikembangkan PT Botani Seed Indonesia, perusahaan milik IPB University. Direktur PT Botani Seed Indonesia Dadang Syamsul Munir mengungkapkan, pengembangan benih padi cerdas iklim dapat mengurangi kebutuhan pupuk dan air sehingga dapat mengurangi biaya perawatan padi.
“Benih cerdas iklim memiliki produktivitas tinggi namun low cost. Hal ini karena penggunaan pupuk lebih sedikit dan pemanfaatan air lebih efisien. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan benih inovasi kami lebih adaptif terhadap perubahan iklim karena mampu mengurangi produksi emisi GRK,” kata Dadang dalam konferensi pers Inovasi Agrobisnis Melalui Pertanian Cerdas Iklim yang digelar PRISMA dan Katadata, ditulis Kamis (20/6/2024).
Baca Juga: Youth Climate Leaders Camp Ajak Generasi Muda Atasi Perubahan Iklim
Dadang menambahkan, benih cerdas iklim juga adaptif terhadap iklim kering, . Pada tahun lalu, penjualan dari benih cerdas iklim mencapai 300 ton.
Bentuk pertanian cerdas iklim yang dilakukan PT Agrotama Tunas Sentosa adalah pengembangan produk pupuk berbasis mineral organik yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi produksi gas metana.. PT ATS menjualnya dengan merek GPS (Gypsum – Polyhalite – Silica).
Direktur PT Agrotama Tunas Sarana Eddyko menjelaskan, pupuk ramah lingkungan ini berasal dari cangkang kerang-kerangan dan sedimen diatom yang ditambang tanpa proses kimiawi sehingga lebih aman bagi tanaman dan lingkungan.
“Pupuk ini mengandung unsur hara makro sekunder yang dapat membantu meningkatkan kesehatan dan hasil tanaman serta memperbaiki dan menjaga kesuburan tanah. Penggunaan pupuk ini juga mampu menetralkan keasaman tanah sehingga menghambat pertumbuhan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas methana,” jelas Eddyko.
Eddyko menambahkan, PT Agrotama Tunas Sarana berkolaborasi dengan petani kunci bawang merah dan Dinas Pertanian Sumatera Utara dalam mendorong adopsi penggunaan pupuk komersil berbasis mineral-organik yang bisa meningkatkan hasil panen dan juga memperbaiki kondisi tanah dan menekan pencemaran lingkungan.
Baca Juga: Produk Holtikultura Indonesia Terus Didorong Berdaya Saing di Kancah Global
Perwakilan dari PRISMA Medhat Kemal menambahkan, PRISMA bekerja sama dengan produsen benih jagung di NTT dalam mengembangkan ketersediaan benih jagung adaptif iklim kering di pasar komersial. Salah satunya adalah benih jagung varietas Lamuru dan Jakarin yang merupakan hasil penelitian dari Balai Pengujian Standar Instrumen Tamaman Serealia Maros.
“Banyak petani sudah merasakan keunggulan benih ini namum sulit untuk mendapatkan akses ini karena selama ini mereka mendapatkan itu dari pemerintah secara subsidi. Karena itu, kami bekerja bersama produsen benih lokal yang berada di Beu, Manggarai Timur, dan Sika untuk mempermudah para petani mendapatkan varietas Lamuru dan Jakarin di pasaran,” kata Medhat.
Menurut dia, kedua varietas tersebut sesuai untuk kondisi NTT dengan lahan dan iklim kering, dengan angka rata-rata produktivitas mencapai 7 ton per hektare.
PRISMA, program kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Pemerintah Australia melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) untuk pertumbuhan pasar pertanian nasional telah menjalin 273 kemitraan publik dan swasta dan memberi dampak positif peningkatan pendapatan bagi lebih dari 1,5 juta rumah tangga petani kecil di Indonesia.
Sebagian besar kemitraan yang dilakukan PRISMA memiliki elemen pertanian cerdas iklim yang ditandai dengan adanya peningkatan produktivitas dan meningkatnya resiliensi petani terhadap perubahan iklim.