Rp 3,02 T Perkiraan Kehilangan Indonesia Bila Terapkan Kebijakan Bebas Visa

Jum'at, 14 Juni 2024 | 11:00 WIB
Rp 3,02 T Perkiraan Kehilangan Indonesia Bila Terapkan Kebijakan Bebas Visa
Visa adalah dokumen resmi masuk ke suatu negara tujuan dalam waktu tertentu. Sebagai ilustrasi [Shutterstock].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bebas Visa Kunjungan (BVK) diterapkan Pemerintah RI sejak 1983 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Terakhir, kebijakan BVK ditetapkan lewat Perpres Nomor 21 Tahun 2016. Isinya menetapkan ada 169 negara yang warganegaranya dibebaskan dari kewajiban memiliki visa kunjungan untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Dikutip dari kantor berita Antara, Nyoman Adhi Suryadnyana, Anggota I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan bahwa dari 169 negara ini hanya 35 negara yang balik memberikan BVK bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan berkunjung ke negara mereka.

"Artinya ada asas timbal balik," jelasnya.

Sebelum Perpres ini terbit, negara-negara yang tidak memberikan asas timbal balik diharuskan memiliki Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) atau visa on arrival untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Baca Juga: Pasar Kreatif Bandung 2024 Hadirkan 236 UMKM, Siap Tembus Omzet Rp 9,3 M Hasil Tahun Lalu?

Ditambahkannya bahwa sebagai catatan terkait Perpres Nomor 21 Tahun 2016, pembentukannya tidak diprakarsai oleh instansi yang berwenang dan tidak bersifat mendesak. Perpres juga tidak memenuhi asas timbal balik.

Untuk itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menegaskan bahwa Indonesia berpotensi kehilangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 3,02 triliun per tahun apalagi kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) kembali diterapkan bagi 169 negara.

Nyoman Adhi Suryadnyana menyatakan bahwa potensi kehilangan ini adalah temuan hasil pemeriksaan BPK RI atas Intensifikasi dan Ekstensifikasi PNBP Tahun Anggaran 2020 sampai dengan semester I 2022 di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"BPK merekomendasikan Menteri Hukum dan HAM untuk meninjau ulang rencana pemberlakuan kembali kebijakan BVK dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait," tandas Nyoman Adhi Suryadnyana.

Kemenkumham menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan menerbitkan Surat Keputusan Menkumham Nomor M.HH-01.GR.01.07 Tahun 2023 tertanggal 7 Juni 2023.

Baca Juga: 12 Ribu Pelaku UMKM Kabupaten Penajam Paser Utara Dapat Pendampingan PT PNM

"SK Menkumham mengatur tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan untuk Negara, Pemerintah Wilayah Administratif Khusus Suatu Negara dan Entitas Tertentu," tukasnya.

Ada pun Hasil pemantauan BPK atas tindak lanjut dari terbitnya kebijakan penghentian sementara BVK menunjukkan bahwa kebijakan berdampak terhadap meningkatnya realisasi PNBP Kemenkumham Tahun Anggaran 2023.

"Dari target sebesar Rp 4,21 triliun, dapat direalisasikan Rp 9,70 triliun, atau 230 persen dari target. Kemudian, sumbangan PNBP dari sektor keimigrasian meningkat signifikan pada 2023. Dari target Rp 2,33 triliun dapat direalisasikan sebesar Rp 7,61 triliun atau 327,03 persen dari target," tandas Nyoman Adhi Suryadnyana.

Peningkatan PNBP sendiri berkorelasi dengan peningkatan jumlah kunjungan Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia.

Berdasarkan data, total kunjungan WNA pada 2021 mencapai 1.174.796 orang, yang turun karena pandemi COVID-19, lalu kembali meningkat ke angka 4.634.348 WNA pada 2022.

"Meningkat signifikan 10.632.034 WNA pada 2023. Dan, peningkatan itu terjadi ketika kebijakan penghentian sementara BVK masih berlaku," kata Nyoman Adhi Suryadnyana.

Pada 2017-2020 jumlah kunjungan WNA dari negara subjek BVK yang tidak menerapkan asas timbal balik terus meningkat. Total jumlah kunjungan mencapai 22.272.040 WNA.

"Sekali pun jumlah kunjungan WNA meningkat, negara justru kehilangan PNBP karena penerapan BVK," papar Nyoman Adhi Suryadnyana.

Ada pun perhitungannya, bila menggunakan tarif VKSK Rp 500.000 maka negara kehilangan penerimaan dari layanan visa kunjungan saat kedatangan minimal Rp 11,13 triliun atau Rp 3,02 triliun per tahun.

Dalam masa pandemi COVID-19, pemerintah menerapkan pembatasan perlintasan orang asing yang akan masuk ke wilayah Indonesia. Pada 20 Maret 2020, kebijakan BVK dihentikan sementara melalui Permenkumham Nomor 8 Tahun 2020.

Lantas, pada 15 September 2021, pemerintah menerbitkan Permenkumham Nomor 34 Tahun 2021 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Keimigrasian dalam Masa Penanganan Penyebaran COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Pada 2022, Ditjen Imigrasi menerbitkan surat edaran tentang kebijakan BVK Wisata dan VKSK Khusus Wisata kepada beberapa negara.

"Kebijakan itu diterbitkan untuk melaksanakan fungsi keimigrasian sebagai fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat dan mendukung kebijakan pemerintah membuka kembali sektor wisata yang produktif dan aman dari COVID-19," jelas Nyoman Adhi Suryadnyana.

Kebijakan penghapusan BVK dan penerapan VKSK hanya bersifat sementara. Sebab, kebijakan itu hanya untuk merespons kondisi pandemi COVID-19 dan hanya diatur dalam Permenkumham (Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia).

Perpres Nomor 21 Tahun 2016 belum dicabut atau diubah dengan peraturan yang setara atau lebih tinggi, sehingga berpotensi diterapkan kembali.

"Jika kebijakan BVK kepada 169 negara diterapkan kembali, negara akan kehilangan PNBP dari VKSK yang berasal dari negara subjek BVK," tutup Nyoman Adhi Suryadnyana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI