Suara.com - Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Basuki Hadimuljono mengadakan kunjungan kerja ke Republik Tajikistan.
Agendanya menghadiri The 3rd Dushanbe Water Action Decade Conference, dan didampingi Duta Besar RI untuk Republik Tajikistan dan Kazakhstan, Fadjroel Rachman.
Dikutip kantor berita Antara dari rilis resmi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Industri dan Teknologi Baru Republik Tajikistan Sherali Kabir.
Dalam pertemuan ini, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memberikan apresiasi kepada Pemerintah Tajikistan atas pelaksanaan The 3rd Dushanbe Water Action Decade Conference.
Baca Juga: MMS Group Indonesia Bawa Misi Untuk Kembangkan Energi Hijau
Juga berterima kasih atas sambutan dan kerja sama yang baik dengan Pemerintah Indonesia, di mana tahun ini Indonesia-Tajikistan merayakan 30 tahun hubungan diplomatik.
"Selamat atas penyelenggaraan The 3rd Dushanbe Water Action Decade Conference. Pertemuan ini adalah momentum yang baik bagi Indonesia dan Tajikistan untuk memperkuat kerja sama dan membuat kemajuan yang signifikan," demikian bunyi sambutan Pak Bas, sapaan akrab Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
"Terutama setelah kehadiran Perdana Menteri dan delegasi Tajikistan yang memberikan dampak cukup besar pada World Water Forum ke-10 di Bali, Indonesia," lanjutnya.
Selain itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka peluang kerja sama bidang industri dan infrastruktur dengan Tajikistan.
"Di bidang industri, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian terbuka untuk peningkatan interaksi bisnis dan kerja sama antara kedua negara. Terutama di bidang pengembangan bidang pertambangan dan mineral. Kami akan berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk tindak lanjut kerja sama," jelas Menteri PUPR tentang perbincangannya selama mengadakan pembicaraan bilateral dengan Sherali Kabir, Menteri Industri dan Teknologi Baru Republik Tajikistan.
Baca Juga: Ditinggalkan Para Petinggi Otorita, Proyek IKN Ternyata Bermasalah
Meninjau kembali salah satu hasil dari World Water Forum ke-10 di Bali beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Tajikistan Rasulzoda bertemu Presiden RI Joko Widodo.
Tujuannya menyatukan komitmen dalam meningkatkan kerja sama antarkedua negara.
Termasuk interaksi B to B (antarbisnis), dan penguatan kerja sama dalam bidang-bidang potensial seperti industri dan infrastruktur.
Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi Tajikistan atas keberhasilan melakukan pengembangan dan rehabilitasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Tajikistan memiliki PLTA Nurek dengan kapasitas terpasang lebih dari 3.000 megawatt, yang mampu menghasilkan sekitar 50 persen dari total kebutuhan energi tahunan di Tajikistan.
Pemasangan turbin baru selama proyek rehabilitasi, juga meningkatkan manfaat hingga 35 tahun dan meningkatkan kapasitas dari 40 MW menjadi 375 MW.
Indonesia sendiri, ingin mencapai Net Zero Carbon dengan menerapkan transisi sumber energi terbarukan, yang dapat dicapai salah satunya melalui pembangunan bendungan PLTA.
Hingga 2024, Indonesia telah membangun sekitar 240 bendungan besar, dengan bendungan terbanyak di wilayah Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
"Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, potensi PLTA di Indonesia berpotensi meningkat hingga 16.027 MW," jelas Pak Bas.
Menteri PUPR mengapresiasi Tajikistan yang telah memiliki peta jalan (roadmap) mencapai netralitas karbon pada 2050, dan telah direalisasikan salah satunya dengan pemanfaatan dan perluasan tenaga air yang besar, yang menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Pada 2020 tenaga air telah menyumbang 98 persen dari pembangkitan listrik Tajikistan dan mengurangi emisi karbon yang cukup besar.
Mengikuti praktik terbaik internasional termasuk Tajikistan, Menteri PUPR menyampaikan bahwa Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga akan menerapkan energi hijau.
Salah satu di antaranya lewat pemanfaatan tenaga air. Konsep ini diharapkan mampu memberikan implikasi terhadap ekonomi dan standar hidup masyarakat.
Meski pun akan memiliki biaya dan investasi khusus yang diperlukan untuk realisasinya.