Suara.com - Presiden RI Joko Widodo menawarkan angkutan perkotaan Autonomous Rapid Transit (ART) atau autonomous rail rapid transit sebagai alternatif terbaru penyediaan layanan transportasi massal untuk mengurai kemacetan lalu lintas perkotaan di Indonesia.
Dikutip dari kantor berita Antara, tawaran itu disampaikan Presiden di depan para wali kota se-Indonesia yang hadir dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) 2024 di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (4/6/2024).
Pemerintah Kota Surabaya adalah salah satu yang bersemangat memilih ART. Salah satu alasannya, alokasi anggaran pembangunan lebih relevan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan bahwa Pemkot Surabaya mencoba merealisasikan pembangunan ART yang berpenggerak magnet itu.
Baca Juga: BI dan IPDN Kampus Sumbar Kolaborasi, Gelar Sosialisasi CBP Rupiah dan Digital Payment UMKM
"Belum ada yang punya, ini diterapkan pertama di IKN (Ibu Kota Nusantara), insya Allah Surabaya kedua," papar Eri Cahyadi.
Ia mengungkapkan sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan guna membahas proses penyusunan konsep ART.
"Kami lakukan FS (Field Study atau studi kelayakan) di Surabaya, semoga di 2025 atau 2026 sudah jalan," tandas Wali Kota Surabaya.
Dalam pelaksanaan studi kelayakan nanti, akan turut dihitung kebutuhan konektivitas antara ART dan transportasi lainnya, seperti "Suroboyo Bus", TransSemanggi, maupun feeder.
"Kami lihat posisi busnya di mana, posisi ART di mana, misalnya di satu lokasi tidak bisa dilalui bus maka ART saja," ungkap Eri Cahyadi.
Baca Juga: PLN Mobile Fun Fest 2024 di Kota Makassar Hadirkan UMKM, Tumbuhkan Ekonomi Hijau
Secara detail Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan pembangunan ART lebih rasional dibangun di wilayahnya, daripada Mass Rapid Transit (MRT) atau Light Rail Transit (LRT).
Sekaligus sesuai dengan ketersediaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Kalau ART itu pakai magnet, harganya Rp 500-600 miliar per 7 kilometer, kami (Pemkot Surabaya) langsung mengacungkan tangan saat acara APEKSI," kisah Eri Cahyadi saat ditemui di kawasan Balai Kota Surabaya, Jumat (7/6/2024).
Ia menambahkan jika harus membangun MRT atau LRT, APBD Kota Surabaya tidak akan cukup, karena pembangunan MRT membutuhkan anggaran sekitar Rp 2,3 triliun per 1 kilometer.
Anggaran ini jika dihitung menggunakan APBD Kota Surabaya, pembangunan jalur transportasinya hanya sanggup terselesaikan 5 km.
"Habis anggarannya. Terus untuk pengentasan kemiskinan bagaimana? Banyak orang bertanya “Kok tidak membangun?” Karena tidak mungkin," lanjut Eri Cahyadi.
Untuk LRT, setelah dihitung pembangunan membutuhkan anggaran sekitar Rp 800 miliar per kilometer. Angka itu juga masih membebani APBD Kota Surabaya.
Jika harus dibandingkan dengan Jakarta, hal itu tidak relevan, sebab sekali pun Surabaya kota metropolitan, namun besaran anggaran berbeda.
"Jakarta APBD besar, Surabaya APBD-nya cuma Rp 10,9 triliun," tukas Eri Cahyadi.