Setelah Indofarma, Giliran Kimia Farma yang Diduga Poles Laporan Keuangan

Achmad Fauzi Suara.Com
Rabu, 05 Juni 2024 | 16:55 WIB
Setelah Indofarma, Giliran Kimia Farma yang Diduga Poles Laporan Keuangan
Suasana saat penundaan pelaksanaan vaksinasi individu di Kimia Farma Senen, Jakarta Pusat, Senin (12/7/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Mahendra Sinulingga mengungkapkan ada permasalahan BUMN-BUMN Farmasi. Setelah PT Indofarma Tbk, kini giliran PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang terciduk memoles laporan keuangan.

Arya menjelaskan, para oknum Kimia Farma memoles nilai penjualannya agar tetap tinggi, padahal kenyataannya tidak.

"Beda, (Kimia Farma Apotek) rekayasa keuangan. Kalau Indofarma itu kan memang hilang uangnya diambil. Kalau ini (Kimia Farma Apotek) dia rekayasa, menggelembungkan, misalnya, distribusi-distribusi dan sebagainya. Seakan-akan penjualan semuanya bagus, padahal tidak," ujarnya di Jakarta yang dikutip, Rabu (5/6/2024).

Arya menyebut, kasus pemolesan laporan keuangan di KAEF ini bisa saja dibawa ke Kejaksaan Agung (Kejagung) seperti Indofarma. Kekinian, pihaknya masih menunggu proses audit investigasi dari laporan keuangan yang dipoles.

Baca Juga: Jauh dari Kata Bangkrut, Peruri Jadi Perusahaan BUMN yang Sangat Sehat

"Ya bisa saja (ke Kejagung). Ini kan sedang diaudit, setelah itu dibawa ke sana, sambil kita melakukan efisiensi," imbuh dia.

Di sisi lain, Arya juga menyoroti, kerugian yang diterima Kimia Farma di tahun 2023. Hal ini disebabkan masih banyaknya pabrik yang beroperasi sehingga inefisiensi tercipta.

Namun, dia bilang, bahwa Kimia Farma telah menutup lima dari 10 pabrik yang dimiliki.

"Jadi tidak efisien lah. Pokoknya dulu itu mereka terlalu banyak bangun pabrik, padahal tidak butuh," kata dia.

Untuk diketahui Kimia Farma mencatatan kerugian secara konsolidasi pada tahun 2023 sebesar Rp 1,82 triliun. Kerugian ini imbas inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP).

Baca Juga: Emiten BUMN Ini Rugi Besar Hingga USD2,32 Miliar, Apa Penyebabnya?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI