Suara.com - Setelah dihadapan Komisi V DPR RI, Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menegaskan bahwa biaya logistik tak bisa dikonotasikan sebagai biaya transportasi dan tak bisa sepenuhnya yang dijadikan penyebab utama harga produk meningkat.
"Pada faktanya, biaya transportasi itu hanya mengambil porsi kecil pada biaya logistik. Pengaruhnya tidak signifikan. Bisa dikatakan pengaruh biaya transportasi domestik hanya mengambil 1/4 dari total keseluruhan biaya logistik," kata BHS, ditulis Senin (3/6/2024).
Ia menjelaskan, yang pertama mengambil pengaruh besar pada harga produk adalah inventory atau persediaan.
"Kaitannya, persediaan ini sangat berpengaruh pada harga barang. Sesuai dengan teori supply and demand. Jika demand lebih banyak dibandingkan supply, maka ya harganya menjadi mahal. Jadi kalau cadangan barang itu menurun, sudah pasti harga akan naik," ucapnya.
Faktor lainnya yang berpengaruh pada biaya logistik adalah pergudangan, pengemasan atau packaging, pengelolaan pesanan, dan layanan pada pelanggan.
"Pergudangan dan seluruh item ini mengambil porsi yang besar dalam biaya logistik," ucapnya lagi.
Komponen selanjutnya adalah pajak, baik pajak dari barang atau pajak dari alat transportasi beserta nilai premi asuransi nya.
"Sehingga, untuk memastikan harga produk itu tetap terjangkau, semua pihak yang terkait harus memastikan keseimbangan dari persediaan produk. Artinya, distribusi logistik itu harus terus dilakukan secara reguler. Sehingga, jika saat hari libur nasional, transportasi logistik dilarang jalan, maka efeknya mendorong harga naik pada produk yang dibutuhkan masyarakat," kata BHS.
Belum lagi, jika produk yang didistribusikan tersebut adalah bahan-bahan yang memiliki tingkat kadaluarsa cepat.
Baca Juga: KAI Logistik Targetkan Kelola 28 Juta Ton Batu Bara
"Seperti sayuran, buah - buahan, ikan dan daging - dagingan, itu kan cepat ya masa gunanya. Jika dalam proses pengiriman, tidak ada penyimpanan yang sesuai, contohnya reefer truck/truk freezer, juga cold storage maka produk tersebut akan cepat rusak. Jika produk rusak, maka cost-nya akan bertambah. Misal, jika 100 item itu harga adalah Rp100 ribu dan harga satuan ya seribu, saat yang rusak 50 persen, maka harga satuannya menjadi Rp2 ribu," urainya.