Suara.com - Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu mewacanakan skema student loan atau pinjaman biaya kuliah untuk mengatasi biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang meroket. Skema student loan ini sebelumnya pernah diterapkan di Amerika Serikat (AS) kendati memiliki sejumlah sisi negatif.
Namun, pemerintah tampaknya mulai serius mengkaji skema ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menyatakan tengah mengkaji sistem ini bersamaan dengan viralnya mahasiswa menunggak UKT di ITB yang kemudian disarankan untuk melunasinya dengan pinjaman online atau pinjol Dana Cita.
Pemerintah tampaknya tidak memperhatikan pil pahit yang harus ditelan mahasiswa Negeri Paman Sam atas skema student loan ini. Education Data Initiative di Amerika Serikat mencatat sejak 2019 – 2023 rata – rata pinjaman dana pendidikan mahasiswa tumbuh 3,6 persen di tengah ekonomi nasional yang menyusut 3,4%. Nilai utang mahasiswa dalam satu dekade terakhir meningkat rata – rata USD 78,7 miliar setiap tahun.
Dampaknya,menurut hasil riset yang dilakukan oleh Citizens Financial Group, sebanyak 60% dari individu yang meminjam student loan memperkirakan bahwa mereka akan dapat melunasi utang tersebut pada saat mencapai usia 40 tahun. Temuan ini didukung oleh data yang dikumpulkan oleh pemerintah.
Baca Juga: Mendikbudristek Nadiem: Kenaikan UKT di Kampus Hanya Berlaku untuk Maba 2024
Penelitian yang dilakukan oleh OneWisconsin Institute juga menemukan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan bagi lulusan universitas di Wisconsin untuk melunasi utang student loan tingkat sarjana (S1) adalah 19,7 tahun, sementara untuk melunasi utang pendidikan tingkat master (S2) membutuhkan waktu 23 tahun.
Dengan tunggakan utang selama menempuh pendidkan ini, para sarjana harus mengatur dengan ketat keuangan mereka, bahkan setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan. Investopedia mencatat lima dampak buruk student loan yang mesti ditanggung para lulusan perguruan tinggi ini.
1. Mengurangi Kekayaan Bersih
Utang sama artinya dengan mengurangi kekayaan bersih. Hal ini tidak hanya untuk para sarjana tetapi juga orang tua mereka. Ini sama artinya dengan mengalokasikan sebagian gaji dari pekerjaan untuk membayar utang, yang jangka waktunya bisa bertahun – tahun setelah lulus.
2. Tujuan Karier yang Berubah
Baca Juga: Gaduh UKT Mahal! Menteri Nadiem Bakal Dicecar Tiga Pertanyaan DPR Hari Ini
Dengan tunggakan utang, sangat wajar jika lulusan baru akan menunda untuk mencari pekerjaan impian. Alih – alih mempertimbangkan passion, mereka akan mencari pekerjaan yang bisa memberi mereka uang untuk cepat – cepat melunasi tunggakan utang. Indeks kebahagiaan pekerja bisa menurun akibat hal ini, sekaligus dapat menurunkan produktivitas pekerja.
3. Kerusakan Skor Kredit
Kredit mahasiswa tak ubahnya angsuran utang lainnya. Tentu saja bakal ada kemungkinan gagal melakukan pembayaran tepat waktu yang akan berdampak negatif pada skor kredit. Skor kredit yang lebih rendah menempatkan lulusan perguruan tinggi dalam kategori risiko yang lebih tinggi. Hal ini membuat pemberi pinjaman cenderung tidak memperpanjang kredit ketika ingin membeli properti di masa depan.
4. Tidak Memenuhi Kualifikasi Pekerjaan
Dampak jangka panjang lain bagi pemilik skor kredit rendah adalah tidak bisanya mereka memenuhi kualifikasi pekerjaan. Biasanya, ketika para sarjana ini melamar pekerjaan, perusahaan akan melakukan background checking, termasuk pengecekan utang.
5. Menanggung Utang Seumur Hidup
Satu kemungkinan lain adalah mahasiswa dapat menanggung utang seumur hidup dengan mengambil student loan untuk membayar kuliah. Kondisi ekonomi global dengan fluktuatifnya bunga juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh. Jika hal ini terjadi berkepanjangan, ada potensi bangkrut bagi tiap individu.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni