Tenun Ikat Dayak Iban: Identitas Budaya Sekaligus Penopang Perekonomian Keluarga

Senin, 20 Mei 2024 | 16:25 WIB
Tenun Ikat Dayak Iban: Identitas Budaya Sekaligus Penopang Perekonomian Keluarga
Lidia Sumbun memetik daun engkerbai untuk bahan pewarna alam tenun ikat khas Dayak Iban [ANTARA/Helti Marini Sipayung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kemudian saat pameran dalam rangka hari masyarakat adat di Jakarta pada 2018, mereka membawa 10 tikar dan sejumlah tenun, anyaman keranjang, obat-obatan, dan pewarna alam. Seluruhnya juga habis terjual.

Tenun Dayak Iban yang memakai pewarna alam meningkatkan nilai ekonomi produk itu sendiri tanpa meninggalkan kaidah alam.

Penelitian dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura (Fahutan Untan) bersama masyarakat adat Sungai Utik yang didokumentasi dalam jurnal Etnobotani Tumbuhan Pewarna Alam di Kalimantan Barat telah mengidentifikasikan 15 jenis tumbuhan hutan yang digunakan perempuan Sungai Utik untuk mewarnai kain tenun.

Yaitu bungkang (Szygium polyanthum), beting (Litsea sp), engkerbai kayoh (Psychotria malayana), engkerbai laut (Peristrophe sp), entemu (Curcuma sp), jambu melaban (Psidium guajava), medang balong (Actinodaphne glomerata), engkudu (Morinda citrifolia), manyam (Glochidion lutescens), rengat kikat (Clerodendrum laevifolium), rengat padi (Indigofera suffruticosa), sibau (Nephelium cuspidatum), serta ulin (Eusideroxylon zwageri).

"Dua tumbuhan lagi yaitu jangau dan menuang (yang belum diketahui nama ilmiahnya) juga digunakan sebagai pewarna alam,” jelas Wahdina, dosen peneliti tumbuhan pewarna alami dari Fahutan Untan.

Praktik konservasi, yaitu pemanfaatan dan pengawetan yang dilakukan perempuan Sungai Utik, penting untuk dilestarikan mengingat praktik ramah lingkungan ini selaras dengan pelestarian hutan.

"Masyarakat adat Iban menggunakan tumbuhan pewarna alami ini dengan bijak, hanya mengambil bagian tertentu dan memanfaatkan tumbuhan yang sudah mati, terutama pewarna alam dari ulin," jelas Wahdina.

Penggunaan tumbuhan hutan ini turut membentuk budaya sandang dari Dayak Iban. Mereka menjadikan kain tenun sebagai identitas dalam berbagai upacara adat seperti perkawinan, gawai (perayaan setelah panen), hingga kematian.

Selain untuk kebutuhan sehari-hari, kini tenun ikat Dayak Iban ini mampu menjadi salah satu tumpuan ekonomi masyarakat.

Baca Juga: Terungkap! Ciri Pebisnis Visioner Elon Musk Lewat Antusiasme Investasi di 3T

Sayangnya, meski pun bernilai jual tinggi produk tenun pewarna alam ini masih terbatas pemasarannya. Kondisi ini mendorong Asosiasi Perempuan Pendamping Usaha Kecil (Asppuk) mendampingi komunitas masyarakat Dayak Iban, kurun 2016-2019.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI