Tenun Ikat Dayak Iban: Identitas Budaya Sekaligus Penopang Perekonomian Keluarga

Senin, 20 Mei 2024 | 16:25 WIB
Tenun Ikat Dayak Iban: Identitas Budaya Sekaligus Penopang Perekonomian Keluarga
Lidia Sumbun memetik daun engkerbai untuk bahan pewarna alam tenun ikat khas Dayak Iban [ANTARA/Helti Marini Sipayung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Daun engkerbai atau daun salung (Psychotria viridiflora) adalah jenis perdu yang banyak tumbuh di hutan adat Menua Sungai Utik. Daun ini adalah salah satu jenis tumbuhan yang dijadikan bahan pewarna alami tenun ikat khas Dayak Iban.

Dikutip dari kantor berita Antara, Lidia Sumbun bersama 31 perempuan Dayak Iban Sungai Utik adalah perajin kain tenun berpewarna alami daun engkerbai. Juga menggunakan tumbuhan hutan lainnya seperti tarum (Indigofera sp) atau rengat padi sebagai pewarna tenun ikat.

Mereka melestarikan keterampilan menenun dan menganyam sebagai identitas budaya sekaligus penopang perekonomian keluarga.

Lidia Sumbun, ibu dua anak itu pernah membuat kain tenun termahal, bermotif manusia, yang dijual Rp 4,5 juta untuk konsumen di Kota Bogor, Jawa Barat. Kemudian tikar termahal yang dijual Rp 2 juta.

Lainnya adalah bermacam karya tenun seperti syal, taplak meja, kain bermotif serta rompi. Harga termurah diperoleh dari syal kecil berharga Rp 150 ribu per helai.

Menurut Lidia Sumbun, pendapatan kerajinan ini bisa digunakan untuk membiayai pendidikan anak lelakinya yang duduk di bangku SMA.

"Kalau betul-betul fokus, pendapatan bisa mencapai Rp 5 juta per bulan. Akan tetapi sering teralihkan dengan kesibukan lain. Seperti ke ladang, acara gereja, termasuk kalau ada musibah, ada anggota rumah panjang meninggal, otomatis harus puasa menenun dan menganyam," jelasnya.

Maryetha Samay, Ketua Kelompok Telaga Kumang Sungai Utik, yang mengorganisasi para perajin tenun dan anyaman di Dusun Sungai Utik mengatakan produk mereka sudah mulai dikenal. Pasalnya sering dipamerkan di lingkup pertemuan masyarakat adat tingkat nasional.

"Kami sudah beberapa kali membawa hasil kerajinan anyaman dan tenun ke pameran di Jakarta dan Bali. Sambutan konsumen sangat baik. Setiap produk yang kami bawa pasti habis terjual," kata Maryetha Samay.

Baca Juga: Terungkap! Ciri Pebisnis Visioner Elon Musk Lewat Antusiasme Investasi di 3T

Ia mengenang pengalaman saat pameran di Bali pada 2012. Mereka menyiapkan 50 tikar anyaman berbahan bemban yang habis terjual. Banderol Rp 500 ribu - Rp 1 juta per lembar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI