Suara.com - Baterai adalah komponen penting kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV). Material penyusunnya yang terdiri dari mineral alam masih berharga tinggi, yang membuat harga kendaraan ikut melambung.
Dikutip dari kantor berita Antara, Indonesia memiliki kobalt dan mangan, sedangkan Australia memiliki lithium. Bahan-bahan ini tidak lain adalah material penyusun baterai EV dan memiliki potensi untuk dikolaborasikan oleh kedua negara.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, selama periode 2023, Australia menempati peringkat ke-10 sebagai sumber Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar bagi Indonesia, dengan realisasi investasi mencapai 0,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Sedangkan pada periode triwulan I 2024, Australia berada di peringkat ke-10 dengan realisasi investasi sebesar 172,3 juta dolar AS.
Tiga sektor utama yang menjadi penyumbang realisasi investasi terbesar asal Australia di Indonesia adalah pertambangan 65,4 persen, hotel dan restoran 7,6 persen, dan jasa Lainnya 6,4 persen.
Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia sudah sangat baik.
Baca Juga: Investasi 150 Juta Dolar AS, Pabrik PT Yadea Teknologi Indonesia Dijadwalkan Operasi 2026
Akan tetapi dari sisi investasi, potensi kerja sama antara kedua negara dinilai belum maksimal.
Buktinya adalah realisasi investasi Australia di Indonesia kurun lima tahun (2019 – 2024) dengan nilai terbesar 1,96 miliar dolar AS.
Padahal Australia adalah negara yang dekat secara geografis dari Indonesia.
Saat ini fokus pemerintah Indoneia adalah peningkatan hilirisasi industri. Negara kita tak lagi mengekspor komoditas mentah di tiap sektor, guna mendapatkan nilai tambah dari pengolahan industri agar bisa meningkatkan devisa negara.
Salah satu hasil dari hilirisasi terlihat pada peningkatan pendapatan industri nikel. Pada 2017 ekspor produk turunan nikel hanya 3,3 miliar dolar AS, namun pada 2022 meningkat 10 kali lipat hingga mencapai 33,8 miliar dolar AS.
"Saya yakin hubungan Indonesia dan Australia bisa dipererat lagi. Dalam konteks investasi, jujur kami katakan belum maksimal. Ini tugas kita bersama. Jika kedua negara bisa berkolaborasi, ini akan menjadi kekuatan baru dalam industri baterai mobil listrik," ungkap Bahlil Lahadalia soal kemungkinan kolaborasi dua negara dalam memproduksi baterai kendaraan listrik atau EV.
"Kami sudah memulai (hilirisasi), ibarat pesawat kami sudah take-off. Tidak ada satu negara pun yang dapat memerintahkan kita untuk mundur. Kami akan jalan terus seiring berjalan waktu dan dinamika global," tandas Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Untuk itu, Bahlil Lahadalia mengajak investor dari Australia untuk berkolaborasi mengembangkan ekosistem baterai EV di kedua negara.
Baca Juga: Pegawai Tesla Diberhentikan dari Kerja Tetap Punya Kebanggaan, Kok Bisa?