Suara.com - PT Sepatu Bata Tbk atau Bata mengungkapkan nasib pekerja setelah pabrik sepatu di Purwakarta tutup operasi. Memang semua pekerja Pabrik Sepatu Bata terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tapi ada pula yang dialihkan ke pabrik sekitar Purwakarta.
Hal ini diungkapkan manajemen Bata saat menghadiri pemanggilan Kementerian Perindustrian.
"Pekerja di usia produktif yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta," ujar Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan dalam keterangannya yang dikutip, Jumat (10/5/2024).
Adie bilang, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT Sepatu Bata Tbk secara agregat tetap sama dan bahkan akan ditingkatkan.
Baca Juga: Tutup Pabrik di Purwakarta, BATA Akui Kondisi Keuangan Kembang Kempis Pasca Pandemi
Namun, Kemenperin menanggapi, langkah yg diambil oleh PT Sepatu Bata Tbk tersebut sebenarnya dianggap kurang tepat, karena saat ini kondisi industri sepatu nasional tumbuh terus dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi (konsumsi) dan jaminan bahan baku.
Oleh karena itu, Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, suatu saat perusahaan bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar.
Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta karena inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen, sehingga memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis retail.
Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30% dari kapasitas.
Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023.
Baca Juga: Terbongkar Alasan Bata Tutup Pabrik: Fokus Jualan Sepatu
"Dampaknya, PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat," kata Adie.
Adie menambahkan, penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya dalam dua tahun terakhir cenderung mengalami perbaikan. Manajemen menyampaikan bahwa merek di bawah naungan PT Sepatu Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner masih berada di hati konsumen serta preferensi yang cukup baik di mata konsumen.
"Kami melihat bahwa strategi ini penting bagi perusahaan, seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek," jelas dia.
Pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki sesuai Permendag 36/2023 berikut perubahannya diharapkan akan melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor, sehingga penjualan produk dalam negeri akan terus tumbuh.
"Untuk PT Sepatu Bata Tbk, pemerintah juga terus mendorong agar meningkatkan ekspor dari hasil produksi dalam negeri sebagai bagian dari rantai pasok global merek Bata bersama afiliasinya di luar negeri," pungkas Adie.