Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyimpulkan bahwa sektor jasa keuangan nasional tetap stabil dengan kinerja intermediasi yang baik, didukung oleh tingkat likuiditas yang memadai dan kekuatan permodalan yang solid.
Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK dalam konferensi pers Hasil Rapat DK OJK Bulan Maret 2024 di Jakarta pada hari ini menyebut, kondisi perekonomian dan pasar keuangan global saat ini cukup kondusif, bahkan lebih baik dari yang diperkirakan sebelumnya.
Meskipun demikian, situasi geopolitik global harus tetap diawasi, mengingat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina yang berpotensi mempengaruhi perekonomian global.
Di Amerika Serikat (AS), meskipun kinerja ekonomi terlihat solid dan melebihi ekspektasi sebelumnya, namun tingkat inflasi masih menunjukkan ketidakstabilan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca Juga: BI: Ekonomi Indonesia Tunjukkan Power saat Kondisi Dunia Tak Baik-baik Saja
Ia menambahkan, pertemuan The Fed dalam Federal Open Market Committee (FOMC) Maret 2024 lalu merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi AS secara cukup signifikan diiringi kenaikan perkiraan inflasi.
Namun demikian, The Fed tetap mempertahankan rencana penurunan tingkat suku bunganya atau Fed Funds Rate sebesar 75 basis poin di tahun 2024 ini.
"Likuiditas diperkirakan juga akan lebih baik seiring rencana The Fed mengurangi laju quantitative tightening," ujarnya, dikutip via Antara pada Selasa (2/4/2024).
Kebijakan yang bersifat akomodatif oleh The Fed jadi model bagi European Central Bank (ECB) atau Bank Sentral Eropa serta Bank of England, yang juga menyatakan rencana untuk menurunkan suku bunga pada tahun 2024.
Sementara itu, Bank of Japan telah memulai langkah normalisasi dengan meninggalkan kebijakan suku bunga negatif, yang pertama kali terjadi dalam delapan tahun terakhir, dengan menaikkan suku bunga sebesar 10 basis poin.
Baca Juga: Sejak Era SBY Hingga Jokowi Ratusan Bank di RI Terpaksa Gulung Tikar
Di Tiongkok, beberapa indikator ekonomi seperti penjualan ritel, impor yang meningkat, dan tingkat inflasi yang melampaui ekspektasi pasar, menunjukkan kebijakan fiskal dan moneter yang tetap akomodatif.
Di sisi domestik, dalam konteks ekonomi Indonesia, terjadi kenaikan inflasi yang dipengaruhi oleh naiknya harga-harga pangan. Meskipun begitu, inflasi inti masih tetap stabil, menghentikan penurunan yang terjadi sejak akhir tahun 2022.
"Hal ini diharapkan menjadi indikasi pemulihan permintaan ke depan. Indikasi awal pemulihan konsumsi domestik juga terlihat dari peningkatan impor barang konsumsi yang cukup signifikan pada Februari 2024," tuturnya.
Sementara itu, kinerja sektor manufaktur juga tercatat terus membaik. Namun demikian, perlu terus dicermati peningkatan permintaan terhadap barang konsumsi tidak terus berujung kepada penurunan surplus neraca perdagangan seiring berlanjutnya kontraksi ekspor dan apabila peningkatan kebutuhan impor berlanjut terus.