Suara.com - Setiap tahunnya, tradisi luhur Ceng Beng, atau Cengbengan, atau dikenal luas sebagai Festival Qingming, yang bisa diartikan Hari Pencerahan (yang) Murni, menjadi momen penting bagi sebagian besar masyarakat Tionghoa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Pada perayaan ini, keluarga dan kerabat berkumpul untuk mengunjungi dan merawat makam leluhur mereka sebagai tanda penghormatan dan penghargaan.
Di tengah semangat memperingati leluhur, Taman Makam Yayasan Sinar Bumi Jonggol, yang terletak di wilayah Jonggol, Jawa Barat, mempersiapkan diri untuk menyambut peziarah dalam perayaan Ceng Beng ini.
Untuk tahun ini, prosesi Ceng Beng dimulai 21 Maret, yang puncak atau terakhirnya akan jatuh pada 4 April, berdasarkan perhitungan kalender matahari.
Baca Juga: Rekam Jejak Kasus Korupsi Eddy Rumpoko, Koruptor Meninggal Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Taman Makam Sinar Bumi Jonggol adalah salah satu tempat peristirahatan terakhir yang tenang karena kerimbunan alamnya. Dikelilingi oleh hamparan pepohonan hijau yang rindang dan hamparan tanah yang berkontur lereng perbukitan, taman makam ini memberikan suasana yang damai bagi para peziarah yang datang.
Suasana hening bagi mereka yang tiba di awal hari menjadi pengiring saat keluarga-keluarga berkumpul untuk mengenang dan mendoakan leluhur mereka. Pengurus Yayasan Sinar Bumi menyebut kalau berdasarkan pengalaman selama ini, akhir pekan (Sabtu dan Minggu) merupakan hari-hari yang paling ramai peziarah.
“Dalam rangka menyambut datangnya hari tersebut, Taman Makam Yayasan Sinar Bumi Jonggol pun melakukan persiapan untuk menyambut para peziarah yang diperkirakan akan memadati lokasi ini,” kata Aprianus Charles sebagai perwakilan Pengurus Yayasan Sinar Bumi Jonggol ditulis Selasa (26/3/2024).
“Persiapan tersebut termasuk pembersihan areal umum, penataan lahan, serta pengaturan fasilitas parkir dan akses bagi peziarah. Semua ini dilakukan untuk memastikan bahwa kunjungan para peziarah berjalan lancar,” katanya.
Bagi mereka yang akan berziarah, ada tiga persiapan untuk dibawa ke makam, yaitu Pertama, perlengkapan yang baru/bersih untuk merapikan kuburan; Kedua, Penyembahan berupa dupa dan kertas dupa atau pun persembahan sebagai simbolisasi hadiah; Ketiga, makanan dan minuman yang dinikmati bersama. Jadinya, ini seperti mengadakan piknik bersama anggota keluarga yang hadir baik secara jasmani maupun rohani.
Baca Juga: Siapa Napi Koruptor yang Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Batu?
Di sisi lain ada juga keriuhan dari kegiatan yang terjadi selama Ceng Beng, yang juga membawa makna yang mendalam. Perayaan ini mengingatkan para kerabat akan keterhubungan antara generasi masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Ketika mereka mengunjungi makam leluhur, mereka yang berziarah tidak hanya memperingati mereka yang telah tiada, tetapi juga menyatukan diri dengan sejarah keluarga dan menghormati warisan yang telah ditinggalkan untuk penerusnya.
Perayaan Ceng Beng ini mengingatkan keseimbangan antara kesedihan dan kebahagiaan, antara kematian dan kelahiran baru. Menghabiskan waktu di alam terbuka yang “cerah bening” menjadi kesempatan berefleksi dalam kedamaian dan membuka diri akan kesempatan dan peluang baru ke depannya.
Festival Ceng Beng (Qing Ming) telah dijalani selama lebih dari 2.500 tahun. Konon, Festival ini diawali dengan upacara ziarah kubur para kaisar dan jenderal Tiongkok kuno yang belakangan menjadi salah satu festival penting dalam budaya Tiongkok.
Festival ini dinamai dari kata "Qing” (bersih) dan “Ming" (jernih), yang melambangkan harapan baik saat melakukan ziarah kubur. Tradisi ini merupakan perwujudan sikap masyarakat Tionghoa yang sangat menghormati leluhurnya.
Saat Festival Ceng Beng, masyarakat Tionghoa melakukan ziarah ke makam leluhur, membersihkan makam, membakar kertas, membawa bunga untuk ditabur, serta meletakkan persembahan sebagai ungkapan terima kasih dan hormat kepada anggota keluarga yang telah meninggal.
Menurut tradisi, ziarah kubur sebaiknya dilakukan sejak pagi dan sebelum tengah hari. Festival Ceng Beng sendiri merupakan hari libur di Tiongkok. Masyarakat Tionghoa di seluruh dunia memiliki kebiasaan berbeda dalam melakukan ziarah kubur.
Aprianus Charles mewakili Pengurus Taman Makam Yayasan Sinar Bumi Jonggol menuturkan senantiasa menjaga dan melestarikan makam-makam yang ada di taman makam ini, sebagaimana selama puluhan tahun bersinergi dengan pemerintah dan warga masyarakat sekitar agar prosesi Cengbeng ini dapat berjalan dengan lancar setiap tahunnya.
“Khusus tahun 2024 ini, yang bertepatan dengan ibadah puasa, kami menghimbau agar seluruh peziarah dapat menjaga kebersihan, ketenangan dan ketertiban selama berziarah, dan agar dapat mempersiapkan diri dan alat-alat sembahyangan dengan baik agar prosesi acara ibadah dapat berjalan dengan lancar. Jika membutuhkan bantuan, agar tidak sungkan menghubungi pengurus maupun pekerja di lokasi,” kata Aprianus Charles lagi.