Investor Saham Wajib Pantau Sentimen Ekonomi AS Pekan Ini, Pengamat: Bisa Gawat!

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 25 Maret 2024 | 17:46 WIB
Investor Saham Wajib Pantau Sentimen Ekonomi AS Pekan Ini, Pengamat: Bisa Gawat!
Kantor Bursa Efek Indonesia di Jakarta. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komunitas Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus, menyarankan para pelaku pasar untuk memperhatikan sentimen yang muncul dari data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) kuartal IV-2023 dan sepanjang tahun 2023 yang akan dirilis pada Kamis (28/03) pekan ini.

Menurut Angga, jika angka pertumbuhan ekonomi AS (US GDP) berada di bawah ekspektasi, itu merupakan sinyal positif. Artinya, kemungkinan penurunan suku bunga dapat dilakukan lebih cepat sebagai upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, sentimen lain yang perlu diperhatikan adalah Core Personal Consumption Expenditure (PCE) Price Index dari AS. Data ini merupakan indikator utama yang digunakan oleh bank sentral AS, The Fed, untuk mengukur tingkat inflasi.

“Kalau naik dibandingkan periode sebelumnya (PCE Price Index) maka bisa dikatakan gawat,” ujar Angga, seperti yang dikutip dari Antara pada Senin (25/3/2024).

Baca Juga: Perusahaan Pengelola Limbah Beracun Ini Mau IPO di Bursa Efek Indonesia

Kemudian, sentimen lain yang perlu diperhatikan pada pekan ini, yaitu personal income dan personal spending yang akan menggambarkan kondisi perekonomian AS.

“Jika income naik dan spending naik ini sama saja belum downturn. Namun jika income turun dan spending turun, ini artnya sebentar lagi downturn dan suku bunga turun,” lanjut dia.

Pada pekan sebelumnya, Angga menjelaskan sejumlah sentimen yang mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yaitu suku bunga acuan AS yang bertahan di level 5,25- 5,50 persen dan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang bertahan di level 6,00 persen.

Selain itu, juga ada sentimen dari bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) yang menaikkan suku bunga dari minus 0,1 ke level 0- 0,1 persen karena inflasi.

"Sayangnya market tidak ada respons, Yen turun. Harusnya kalau suku bunga naik mk demand currency naik dan ada capital inflow serta bond market kuat. Nyatanya di Jepang risk free rate (0,1 persen) belum di atas inflasi," tegasnya di Jakarta.

Baca Juga: Panduan Lengkap Zakat Saham, Ini Kalkulator Hitungnya

Kemudian, sentimen lainnya pada pekan lalu yaitu terkait harga minyak yang kembali meningkat setelah beberapa serangan drone Ukraina terhadap fasilitas energi Rusia.

“Ekspor Irak dan Saudi Arabia menurun serta ekonomi China mulai membaik dan ada tanda-tanda perbaikan demand,” ujar Angga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI