Menunggu Masa Transisi TikTok Shop, Menkop Teten Tetap Anggap Adanya Pelanggaran

Achmad Fauzi Suara.Com
Senin, 25 Maret 2024 | 11:37 WIB
Menunggu Masa Transisi TikTok Shop, Menkop Teten Tetap Anggap Adanya Pelanggaran
Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM), Teten Masduki. (Dok: MenkopUKM)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polemik terkait masa transisi atau migrasi sistem TikTok Shop ternyata masih menyisakan perdebatan. Dua Kementerian yakni Kementerian Koperasi UKM dan Kementerian Perdagangan punya pandangan berbeda terhadap pelanggaran TikTok Shop.

Menteri Koperasi-UKM Teten Masduki, meminta berulang kali agar Tiktok, platform video pendek asal perusahaan China ByteDance agar mematuhi peraturan di Indonesia.

"Segera lah TikTok mematuhi aturan!" ujar Teten saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan yang dikutip, Senin (25/3/2024).

Teten menyebut, klaim adanya proses migrasi yang tengah dilakukan TikTok Shop, harusnya memahami adanya kebijakan larangan multichannel di aplikasi media. Aturan itu yakni memisahkan fungsi media sosial dengan e-commerce yang diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023.

Baca Juga: Dua Menteri Jokowi Beda Sikap Soal TikTok, Ombudsman RI: Kami Prihatin

"Kebijakan Permendag 31 2023 itu multichannel, jadi jangan sampai antara TikTok dan Tokped nanti terhubung langsung," kata dia.

Teten menegaskan, tidak ada istilah transisi, migrasi sistem atau masa uji coba pada bunyi Permendag 31/2023. Maka sudah sepatutnya, Tiktok Shop segera mengikuti aturan di Indonesia. Belakangan yang menjadi perhatian di publik, Teten bilang, pembiaran pelanggaran Tiktok Shop belakangan ini karena ada kepentingan politik di dalamnya.

"Tim kami secara teknis para Dirjen sudah ketemu. Secara teknis ini melanggar, nah ini kan pertimbangan politik berarti. Aturan Permendagnya juga tidak seperti itu, tidak ada aturan transisi," imbuh dia.

Tak lama Menteri Teten menyatakan itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pun tak terima dengan tuduhan tersebut. Zulkifli meminta media menanyakan tudingan itu balik ke Menkop Teten.

"Tanya sama yang ngomong (Menteri Teten Masduki), ya tanya saja. Saya lagi ngurus cabai," ucap Zulkifli.

Baca Juga: Menteri Teten Peringatkan Tiktok: Jangan Terhubung Langsung dengan Tokopedia

Berbeda dengan Menteri Teten dan juga Kementerian yang dipimpinnya, Kementerian Perdagangan memang punya padangan berbeda 180 derajat terhadap pelanggaran Tiktok Shop. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut secara keseluruhan proses migratsi TikTok Shop saat ini sudah berjalan 87 persen.

Kemendag mengklaim Tiktok Shop mematuhi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim menyebut saat ini proses pembayaran di TikTok Shop telah beralih ke Tokopedia. Hanya saja migrasi dilakukan secara back end, sehingga tidak disadari oleh pengguna.

"Terkait payment, itu paling besar bobotnya sekitar 60 persen, kategori kedua data, pemisahan data, data dan user. Ketiga istilahnya merchant operational, itu yang meliputi tampilan-tampilan lah, memang dari ketiga kelompok itu yang kemajuannya paling banyak yang depan memang," kata Isy.

Namun pernyataan Isy ini pun seperti dibantah oleh Fiki Satari selaku Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM. Menurut Fiki, berbeda dengan pernyataa Dirjen Isy, bahwa Tiktok dalam aplikasinya masih ditemukan pelanggaran. Aplikasi media sosial asal China tersebut masih menyediakan fitur keranjang belanja dan melayani transaksi untuk pengguna.

"Jadi masih ada fasilitasi transaksi di dalam platform media sosialnya, meskipun di bawah checkout ada tulisan processed by Tokopedia, dalam hal ini e-commerce tapi ini masih di dalam platform media sosial. Ini jelas melanggar aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 Pasal 21 ayat 3 yang berbunyi PPMSE atau pelaksana e-commerce dengan model di socio commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," jelas Fiki.

Fiki juga mengatakan, jika pelanggaran ini terus dibiarkan, maka akan timbul kesan seolah ada diskriminasi atau pembiaran pelanggaran aturan antara yang dilakukan korporasi besar dan pelaku usaha kecil atau UMKM.

"Regulasi ditetapkan kan berlaku keseluruhan, tidak ada diskresi, proses adaptasi, (migrasi) proses transaksi, dan seterusnya. Jangankan perusahaan besar atau korporasi selevel TikTok atau perusahaan global. UMKM pun kalau misalnya melanggar ya dikenakan sanksi. Ini kan terjadi waktu pandemi, kita ingat waktu itu ada razia izin BPOM di mana produk-produk UMKM tanpa pandang bulu, dikenakan sanksi oleh penegak regulasi," sambung Fiki.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI