Suara.com - Rencana pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang berkaitan dengan pajak mobil rakyat nampaknya segera terealisasi.
Rencana yang sempat diusulkan pada akhir tahun 2021 itu, kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, didukung dengan rasio kepemilikan mobil di Indonesia yang sangat rendah.
Tingkat kepemilikan mobil di Indonesia saat ini masih terbilang rendah, yakni hanya 99 unit per 1.000 orang. Sehingga, Kemenperin berupaya agar mobil jenis Low Cost Green Car (LCGC) tidak lagi dianggap sebagai barang mewah, dan bisa terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 yang telah direvisi menjadi PP Nomor 74 Tahun 2021, perhitungan PPnBM untuk mobil Kecil Bermesin Hibrida (KBH2) atau LCGC dengan kapasitas hingga 1.200 cc akan dikenakan tarif sebesar 15% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar 20%. Dengan cara mengalikan tarif tersebut dengan DPP, maka tarif PPnBM untuk LCGC akan ditetapkan sebesar 3%.
Baca Juga: Kisi-kisi Calon Pejabat yang Akan Dipilih Prabowo Ketika Sah Jadi Presiden
Tujuannya, mobil yang tidak dianggap sebagai barang mewah diharapkan dapat meningkatkan rasio kepemilikan mobil dan meningkatkan penggunaan komponen lokal dari industri otomotif.
Tidak hanya itu, pembebasan PPnBM juga diharapkan dapat meningkatkan penggunaan pabrik, dan memperkuat struktur industri otomotif yang dapat diukur melalui Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Dia menyampaikan bahwa Kemenperin telah mengusulkan hal tersebut kepada Kementerian Keuangan sejak akhir 2021. Namun, saat ini Kemenperin masih menunggu kepastian terkait hal tersebut.
Di sisi lain, Kemenperin juga terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan industri, terutama dalam ekosistem otomotif. Keputusan kebijakan dan program dilakukan melalui dialog dengan para pelaku industri.
Baca Juga: Mendagri Peringatkan Pemda Jangan Semena-mena Naikkan Pajak; Bisa Berdampak Inflasi