Suara.com - Polemik TikTok Shop mulai terdengar di Parlemen Senayan. Bahkan, DPR berencana memanggil empat pihak mulai dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, TikTok, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengkonfirmasi polemik itu.
Adapun, terdapat sejumlah pelanggaran yang selama mengemuka di publik, TikTok lewat fitur TikTok Shop masih terhubung dengan platform media sosial yang dimiiki oleh raksasa teknologi asal China tersebut.
"Sehubungan dengan rencana pemanggilan pihak TikTok, Kemendag, Kemenkop UKM dan tentunya KPPU, kami akan mempertimbangkan langkah tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab pengawasan dan legislasi. Kolaborasi dengan semua pihak terkait diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam industri digital di Indonesia," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung yang dikutip, Senin (4/3/2024).
Martin menilai sejumah pelanggaran Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang dilakukan oleh TikTok Shop akan dibahas. Termasuk dugaan adanya tebang pilih dalam penindakan yang seharusnya ditempuh oleh regulator dalam hal ini pemerintah.
Baca Juga: Kemendag Patok Harga MinyaKita Masih Rp 14.000/Liter Selama Ramadan-Lebaran
"Jika data menunjukkan adanya ketidakpatuhan yang signifikan dan tidak adanya tindakan penegakan hukum yang konsisten, maka dugaan akan tebang pilih dalam penindakan terhadap TikTok menjadi lebih beralasan. Pengumpulan data mengenai sanksi yang diterapkan terhadap pelanggar aturan tersebut dan apakah mereka merata di antara semua platform e-commerce dapat memperkuat argumen terkait tebang pilih," jelas dia.
Martin melanjutkan, temuan indikasi pelanggaran, bukan hanya pelanggaran TikTok Shop yang masih terhubung dengan fitur belanja atau keranjang kuning dalam aplikasi. Baru-baru ini juga, berdasarkan laporan Kementerian Koperasi-UKM, TikTok Shop masih terdapat menawarkan atau menjual barang dengan harga yang tidak masuk akal atau dikenal aktivitas predatory pricing.
"Mengidentifikasi apakah ada pola tertentu dalam target pasar atau produk yang mengalami predatory pricing juga dapat membantu dalam menentukan kebijakan atau langkah-langkah penegakan hukum yang tepat. Predatory pricing bisa merusak pasar UMKM karena berpotensi merusak harga pasar," imbuh dia.
Martin mencermati, data yang mencatat jumlah pengguna Tiktok di Indonesia lebih dari 120 juta. Besarnya pengguna itu, menandakan platform tersebut memiliki dampak signifikan dan harus menjadi perhatian bersama. Sementara data lain menunjukkan, tambah Martin, kekhawatiran akan konten Tiktok yang disebut tidak 'ramah' terhadap anak dan kesehatan mental seseorang.
"Sebuah penelitian antara Algorithmic Transparency Institute dan AI forensics menyimpulkan adanya bahaya yang mengintai anak-anak di FYP Tiktok. Laporan tersebut menulis bahwa ketika peneliti, yang menggunakan akun otomatis, menghabiskan waktu scrolling di TikTok selama 5-6 jam, ada 1 dari 2 video berhubungan dengan kesehatan mental dan berpotensi membahayakan. Ketika peneliti scrolling secara manual selama 3 hingga 20 menit, mereka menemukan bahwa setengah konten yang terdapat dalam feed TikTok berhubungan dengan kesehatan mental hingga konten yang mendorong aksi bunuh diri sebagai tindakan yang 'normal'," pungkas Martin.
Baca Juga: Pemilu Usai, Pemerintah Yakin Ekonomi RI Tokcer Tahun Ini