Suara.com - Emiten tambang batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) melaporkan penurunan laba bersih sebesar 34 persen sepanjang tahun lalu, penjualan batu bara yang lesu menjadi biang keroknya.
Sepanjang 2023 ADRO hanya mengantongi laba bersih senilai USD1,641 miliar pada tahun 2023, atau turun 34,17 persen dibanding tahun 2022 yang setara USD2,493 miliar.
Dampaknya, laba per saham diatribusikan kepada pemilik entitas induk melorot ke level USD0,05309 per lembar pada akhir tahun 2023. Sedangkan di akhir tahun 2022 berada di level USD0,08032 per helai.
Presiden Direktur ADRO, Garibaldi Thohir melaporkan, pendapatan usaha sepanjang tahun 2023 tercatat senilai USD6,517 miliar. Hasil itu turun 20 persen dibanding tahun 2022 yang menembus USD8,102 miliar.
Pasalnya, nilai ekspor batu bara kepada pihak ketiga turun 23,9 persen secara tahunan menjadi USD5,282 miliar pada tahun 2023.
Senasib, penjualan batu bara ke pasar dalam negeri kepada pihak ketiga menyusut 5,8 persen secara tahunan menjadi USD825,36 juta.
Tapi pendapatan jasa pertambangan kepada pihak ketiga naik 18,6 persen secara tahunan menjadi USD140,82 juta pada tahun 2023.
Senada, penjualan batu bara kepada pihak berelasi di dalam negeri melonjak 86,4 persen menjadi USD207,62 juta.
Sayangnya, beban pokok penjualan turut membengkak 15 persen secara tahunan menjadi USD3,98 miliar.
Baca Juga: FIF Catat Rekor Laba Bersih Rp 4,1 T, Pertama Kali Sejak Berdiri
Salah satu pemicunya, biaya royalti kepada pemerintah yang dibayarkan PT Adaro Indonesia (AI) naik 19 persen secara tahunan menjadi USD1,466 miliar pada tahun 2023.