Suara.com - Kementerian Koperasi dan UKM masih menaruh perhatian soal pelanggaran TikTok Shop. Platform asal China itu dinilai langgar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Fiki Satar menjelaskan, salah satu pelangggarannya yaitu TikTok masih menyediakan fitur keranjang belanja hingga melayani transaski untuk pengguna.
"Jadi masih ada fasilitasi transaksi di dalam platform media sosialnya, meskipun di bawah checkout ada tulisan processed by Tokopedia, dalam hal ini e-commerce tapi ini masih di dalam platform media sosial. Ini jelas melanggar aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 Pasal 21 ayat 3 yang berbunyi PPMSE atau pelaksana e-commerce dengan model di socio commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," ujarnya kepada wartawan, seperti yang dikutip Kamis (29/2/2024).
Fiki melanjutkan, sebenarnya masa transisi atau uji coba TikTok-Tokopedia untuk migrasi ke platform e-commerce juga tidak ada dalam peraturan. Pasalnya, kedua platform itu, baik Tiktok Shop dan Tokopedia masih beroperasi.
Baca Juga: Berapa Lama Memang Migrasi Sistem TikTok-Tokopedia? Pengamat Ungkap yang Sebenarnya
Baca Juga
Perang Narasi Soal Stok Beras: Tom Lembong vs Istana
"Jadi sebetulnya tidak ada di regulasi (adaptasi, transisi atau migrasi). Redaksional redaksi dari Permendag 31 Tahun 2023 ini berlaku umum. Platform lokal, global, apapun itu," jelas dia.
Soal pelanggaran ini, Fiki sudah berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan selaku regulator yang mengeluarkan aturan tersebut.
Di sisi lain, Fiki juga mengutip jenis pelanggaran lain oleh Tiktok yang tertulis di Pasal 13 pada Permendag 31/2023. Yaitu larangan adanya keterhubungan atau interkoneksi antara PMSE (eCommerce) dan non PMSE (media sosial). Dalam Pasal tersebut tertulis, beleid dibuat demi menjaga persaingan usaha yang sehat.
"Tentunya ini memiliki potensi penyalahgunaan data dan penguasaan data," beber Fiki.
Baca Juga: Kemendag Bakal Panggil TikTok Pekan Depan, Tentukan Nasib Keranjang Kuning?
Fiki menambahkan, jika pelanggaran ini terus dibiarkan, maka akan timbul kesan seolah ada diskriminasi atau pembiaran pelangggaran aturan antara yang dilakukan korporasi besar dan pelaku usaha kecil atau UMKM.
"Regulasi ditetapkan kan berlaku keseluruhan, tidak ada diskresi, proses adaptasi, (migrasi) proses transaksi, dan seterusnya. Jangankan perusahaan besar atau korporasi selevel TikTok atau perusahaan global. UMKM pun kalau misalnya melanggar ya dikenakan sanksi. Ini kan terjadi waktu pandemi, kita ingat waktu itu ada razia izin BPOM di mana produk-produk UMKM tanpa pandang bulu, dikenakan sanksi oleh penegak regulasi," pungkas Fiki.