Suara.com - Keinginan Kementerian BUMN untuk memacu kinerja perusahaan pelat merah tampaknya tidak mudah seperti membolak-balikan telapak tangan.
Padahal Menteri BUMN Erick Thohir sangat berkeinginan kuat agar perusahaan milik pemerintah ini mampu memberikan manfaat dividen kepada negara melebihi realisasi setoran tahun buku 2022 sebesar Rp80 triliun.
Hambatan utamanya karena masih ada sejumlah perusahaan BUMN yang mengalami kerugian yang cukup besar, perusahaan ini rata-rata bergerak sektor pembangunan infrastruktur atau BUMN Karya.
Rata-rata pula BUMN yang rugi ini telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga menjadi sentimen negatif bagi investor publik.
Baca Juga: Deretan Saham yang Bakal Ketiban 'Durian Runtuh' dari Program Makan Siang Gratis Prabowo
Lantas emiten BUMN apa saja yang masih mencatatkan kerugian pada 2023 lalu?
1. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)
Berdasarkan laporan keuangan WIKA hingga Kuartal III 2023, WIKA menjadi emiten pelat merah yang mengalami kerugian terbesar. Total WIKA membukukan kerugian Rp5,8 triliun, angka ini bengkak hampir 209 kali dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp27,96 miliar.
WIKA juga harus menghadapi proses gagal bayar SUKUK yang ia terbitkan, kondisi ini membuat saham WIKA berkali-kali kena suspensi BEI.
2. PT Waskita Karya Tbk (WSKT)
Baca Juga: Investor Senang Negara Pegang Kendali Vale, Harga Sahamnya Langsung Melesat
Nasib yang sama juga dialami WSKT, emiten kontruksi ini setali tiga uang dengan WIKA. Perusahaan hingga Kuartal III 2023 harus menanggung rugi hingga Rp4,7 triliun. WSKT juga harus mengalami gagal bayar surat utang yang diterbitkan hingga sahamnya kena gembok otoritas BEI.
3. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS)
Emiten baja pelat merah ini mengalami rugi sebesar US$61,40 juta atau sekitar Rp951,04 miliar hingga kuartal III/2023. Padahal periode sama tahun lalu KRAS masih membukukan laba bersih sebesar US$80,15 juta (kurs jisdor Rp15.487).
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, Jumat (3/11/2023), KRAS mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 31,45% menjadi US$1,26 miliar atau setara Rp19,56 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,84 miliar.
Direktur Keuangan KRAS, Tardi dalam paparan publik secara daring, pada Rabu (22/11/2023) lalu mengakui kondisi keuangan perseroan sangat berat.
“Kondisi keuangan tahun 2023 lebih tertekan dibanding tahun 2022,” ungkap Tardi.
4. PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP)
Emiten anak usaha WSKT ini menelan kerugian Rp508,85 miliar hingga periode September 2023. Pada periode yang sama di tahun 2022 (year-on-year/ yoy) perseroan sempat mencatat keuntungan sebesar Rp1,18 triliun.
Kondisi ini membuat defisit atau akumulasi kerugian menumpuk 6,02% dibanding akhir tahun 2022 menjadi Rp8,972 triliun per 30 September 2023.
5. PT Indofarma Tbk (INAF)
Kondisi tekor juga dialami emiten farmasi Indofarma yang harus menelan kerugian Rp191,7 miliar sampai Kuartal III 2023.
Kerugian ini berasal dari pendapatan INAF yang anjlok lebih dari 50% pada periode tersebut. Tercatat, pendapatan Indofarma berada pada angka Rp445,7 miliar, turun 50,75% jika dibandingkan dengan pendapatan hingga akhir September 2022 kemarin di angka Rp905 miliar.
INAF mencatatkan jumlah aset senilai Rp1,49 triliun di akhir September 2023. Total aset Indofarma turun 2,6% jika dibandingkan total aset hingga akhir Desember 2022 lalu senilai Rp 1,53 triliun.
Jumlah liabilitas INAF juga membengkak mencapai Rp1,6 triliun dengan ekuitas minus Rp105,35 miliar.
6. PT Timah Tbk (TINS)
Emiten BUMN pertambangan logam anggota MIND ID ini juga harus menelan pil pahit atas kondisi keuangan perseroan. Hingga Kuartal III 2023 TINS tercatat membukukan rugi sebesar Rp87,45 miliar.
Kerugian tersebut sejalan dengan melemahnya capaian pendapatan yang anjlok 37,36% year-on-year (YoY) menjadi Rp6,37 triliun. Turunnya pendapatan dikontribusikan oleh penjualan logam timah yang merosot 42,77% YoY menjadi Rp4,5 triliun. Selain itu, pendapatan dari tin chemical tercatat sebesar Rp559,21 miliar atau mencerminkan penurunan 44,86% YoY.